Rabu, 18 Juli 2018

TAHAP TAHAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA


TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
DI INDONESIA

DI

S
U
S
U
N
OLEH:
DIDI IRAWAN AR
15111003


Description: E:\photos\SIMBOL\20150108_074327.jpg


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH  2017



KATA PENGANTAR


Description: BIS1

            Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang berjudul “PerananPromosi Terhadap Peningkatan Volume Penjualan Pada Toko Graha Jepara Beurawe Banda Aceh”. Penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas AbulyatamaLampoh Keude-Aceh Besar. Selanjutnya selawat dan salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa syiar Islam di atas muka bumi ini.
            Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Namun penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam isi maupun teknis penulisannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan adanya pandangan pikiran, berupa kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Pada kesempatan ini, perkenankan  penulis mengucapkan ribuan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1.      Bapak Fakhrurrazi Abbas, SE. MM selakupembimbing Iyang telah banyak memberikan saran dalam penulisan Skripsiini.
2.      Ibu Yulfrita Adamy, SE., M.Sisebagai dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya demi kesempurnaan Skripsi ini.
3.      Ayahanda dan Ibunda yang telah mendidik, membesarkan, serta mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis guna tercapainya cita-cita.
4.      Bapak Reza Juanda, M.ec. Devselaku Ketua Jurusan Manajemen Universitas AbulyatamaLampoh Keude-Aceh Besar.
5.      Teman-teman satu angkatan terutama jurusan manajemen yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih banyak atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan, sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan.
6.      Segenap Dosen-Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas AbulyatamaLampoh Keude-Aceh Besar yang pernah membagi segala pengetahuannya kepada penulis.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah kita berserah diri, karena segala sesuatu tidak akan terjadi jika bukan atas kehendak-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.


Aceh Besar, November 2016




Penulis







 BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke nusantara. Sejak agama Islam dianut oleh penduduk, hukum Islam pun mulai diberlakukan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Norma atau kaidah dijadikan sebagai pedoman kehidupan setelah terlebih dahulu mengalami institusionalisasi dan internalisasi. Dari proses interaksi sosial inilah hokum Islam mulai mengakar dan menjadi sistem hukum dalam  masyarakat.
Penyebaran Islam di Indonesia berlangsung secar bertahap menyebabkan pemberlakuan hukum Islam pun mengalami pentahapan. Di sisi lain setiap masyarakat pada umumnyasudah memiliki aturan atau adat istiadat sendiri, sehingga ketika Islam datang terjadi akulturasi antara hukum Islam dengan hukum adat. Hal ini juga mengakibatkan variasi hukum Islam di kalangan masyarakat Islam di Indonesia. Perkembangan hukum Islam juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kolonial Belanda, yang berusaha menghambat berlakunya hukum Islam dengan berbagai cara. Segala kebijakan, terutama di bidang politik dan hukum, dibuat untuk mengebiri keberadaan hukum Islam. Di bidang politik misalnya, Belanda menjalankan kristeningpolitiek, yaitu upaya mendukung misi zending dan penyebaran agama Kristen ke dalam masyarakat Hindia Belanda. Di bidang hukum, pemerintah Belanda berusaha mengkonfrontir hokum Islam dengan hokum adat dan mereduksi dalam pemberlakuannya.
Kedudukan hukum  Islam di dalam tata hukum di Indonesia mengalami pasang surut. Hukum Islam bukan satu-satunya sistem yang berlaku, tetapi terdapat sistem hukum lain, yaitu hukum adat dan hukum Barat. Ketiga sistem hukum ini saling pengaruh mempengaruhi dalam upaya pembentukan sistem hukum di Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, kedudukan hukum Islam mulai diperhitungkan dan diakui keberadaannya sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku. Pada masa berikutnya hukum Islam mulai mewarnai hukum nasional banyak peraturan perundang-undangan yang disusun berdasarkan ketentuan hukum Islam, baik yang berlaku nasional maupun khusus bagi umat Islam. Gejala mutakhir perkembangan hukum Islam adalah munculnya gerakan otonomisasi hukum Islam di sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya aturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah terkait dengan penerapan hukum Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia?
2.      Apa saja teori-teori hukum islam yang berlaku di Indonesia?

C.    Tujuan
Mempelajari Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam di Indonesia supaya kita mengetahui lebih rinci bagaimana sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia dan tahap-tahap/periode-periode perkembangannya.


























BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Hukum Islam
Istilah hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia sebagai terjemahan al-fiqh al-islamy atau dalam konteks tertentu dari al-syari’ah al-islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum barat digunakan Islamic Law.
Hasbi Ash-Shiddieqi mendefenisikan hukum Islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazanah ilmu hukum Indonesia, istilah hukum Islam dikenal sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Hukum adalah seperangkat peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum disandarkan kepada kata Islam. Jadi dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat bagi semua pemeluk Islam.

B.       Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia
Sejarah perkembangan hukum islam di Indonesia, apabila dianut dari mulai masuknya agama islam hingga era reformasi dapat dibagi dalam empat tahap. Pembagian kedalam empat periode ini didasarkan pada corak, karakter, dan bentuk implementasi dalam realitas hukum yang berlaku. Kebijakan politik pemerintah yang berkuasa serta keinginan umat islam menjadi faktor penentu corak dan karakter hukum islam yang berlaku. Kedua faktor tersebut mempengaruhi pasang surutnya implementasi hukum islam dalam sejarah perkembangannya di Indoneisa. Keempat tahapan tersebut sebagai berikut :
1.      Masa kerajaan Islam (Abad XII – XVIII M)
Fase ini terjadi sejak masa penetrasi atau masuknya islam ke Indonesia hingga masa kolonial Belanda. Berdasarkan data sejarah, islam mulai menampakkan pengaruhnya sekitar abad XII hingga XIII. Masa ini disebut dengan fase akulturasi, karena pada masa ini hukum islam mengalami adaptasi dengan budaya lokal nusantara. Secara sosiokultural, hukum islam telah menyatu dan menjadi ruang hukum dalam masyarakat muslim Indonesia. Hal ini terlihat dari akluturasi yang terjadi antara islam, sebagai agama, dengan budaya lokal. Di beberapa daerah seperti Aceh, Makassar, Minangkabau, Riau, dan Padang, hukum islam diterima tanpa perlawanan sederajat dengan hukum adat. Hal ini dibuktikan dengan adanya pepatah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, syara’ mengata adat memakai. Ungkapan ini menggambarkan kentalnya hubungan anatara hukum islam dengan hukum adat.
Catatan sejarah tentang berlakunya hukum islam pada masa ini tidak banyak diketahui. Hanya ada beberapa naskah, khususnya naskah jawa, yang dapat digunakan untuk mengungkap bagaimana pemberlakuan hukum islam di masyarakat. Di jawa, cirinya dalam gelar raja mataram yaitu : ingkang sinuhun (yang dipertuan), senopati ing ngalogo ( panglima perang) sayidin panotogomo kalipatullah ( pengatur urusan agama sebagai pengganti rasulullah)
Pengaruh terkuatnya islam di Indonesia dalam aspek hukum adalah dalam bidang hukum keluarga, khususnya perkawinan. Fungsi pemiliharaan dan penyelesaian hukum ini ditugaskan kepada hakim, dan penghulu dengan para pegawainya. Para hakim diangkat langsung oleh para sultan dan peradilannya disebut dengan peradilan swapraja. Ditingkat terendah (pemerintahan desa) jabatan dipegang oleh modin, labai, amil, kayim, kaum, dan merbot.  Kalau dijawa disebut kaum, maka di Makassar disebut para mukim, disumatera dikenal dengan tauku meunasah, labia, malin, dan sebagainya.
2.      Masa Kolonial ( Abad XVIII-pertengahan abad )
Fase ini berlangsung sejak Belanda secara de facto menancapkan kolonialismenya di Indonesia, yaitu abad 17, mereka berkepentingan mengembangkan usaha perdagangan. Dari niat berdagang lambat laun muncul keinginan untuk menguasai wilayah yang kaya akan rempah-rempah. Sejarah perkembangan hukum islam pada masa kolonial terbagi dalam dua periode, yaitu periode in complexu dan periode receptie.
1.      Periode pertama terjadi pada abad ke-17 higgga akhir abad 18, yaitu pada saat awal pemerintahan Belanda pemberlakuan hukum Islam sepenuhnya bagi orang Islam, yaitu sebagai berikut :
·         Pada tanggal 25 Mei 1670 Belanda memberikan pengakuan atas kedudukan hukum Islam sebagai hukum yang berlaku. Melalui VOC, dikeluarkanlah Resolute de Indieshe Regeering yang berisi pemberlakuan hukum waris dan perkawinan Islam. Resolusi ini dikenal dengan nama Compendium Freijer.
·         Pepakem Cirebon yang dibuat atas usul residen Cirebon, Mr.P.C.Hosselaar. Aturan ini merupakan kompilasi kitab hukum Jawa Kuno yang dipakai sebagai pedoman dalam memutuskan perkara perdata dan pidana. Pepakem ini kemudian diadopsi oleh Sultan Bone dan Goa untuk dijadikan undang-udang.
2.      Periode kedua ditandai dengan munculnya kebijakan yang bersifat intervensionis terhadap hukum Islam dan hukum adat. Masa inilah terjadi represi dan eliminasi terhadap pemberlakuan hukum Islam. Pada masa ini muncul peraturan-peratutan yang mensubordinasikan hukum Islam di bawah hukum adat.
Upaya pertama Belanda untuk mengurangi fungsi dan peran system hukum Islam adalah dengan memperlemah institusi peradilannya. Pada tahun 1824 fungsi penghulu sebagai penasehat hukum dihapus. Pada tanggal 24 Januari 1882 Belanda mengeluarkan Stbl 1882 No.152 tentang berdirinya peradilan agama di Jawa dan Madura. Pengadilan ini dipimpin oleh seorang penghulu dan dibantu oleh para ulama.  Berdirinya lembaga ini menunjukkan adanya pengakuan yuridis pemerintah Belanda terhadap keberadaan hukum Islam.
Direktur pertama dari kantor ini adalah Dr. Christian Snouck Hurgronje ( 1867-1936 ). Berdasarkan penelitiannya Snouck menemukan metode yang menjadi dasar kebijakan pemerintah yaitu toleransi dalam kehidupan agama dan kehati-hatian dalam menghadapi perluasan control politik islam. Menurut Snouck, hukum Islam baru berlaku bila diterima atau dikehendaki oleh hukum adat.
Pada tahun 1931 keluar Stbl No.53 tahun 1931 yang berisi 3 hal, yaitu:
(1)   priesterred akan dihapuskan dan diganti dengan pengadilan penghulu,
(2)   penghulu berstatus sebagai abdi pemerintah dan mendapatkan gaji tetap,
(3)   pengadilan banding akan dibentuk untuk mereview keputusan-keputusan dari pengadilan penghulu.
Peraturan ini tidak pernah dilakanakan karena Belanda mengalami kesulitan keuangan. Untuk mengobati kekecewaan uma Islam pada tahun 1937 dikeluarkan Stbl No.610 tentang pembenukan Hof voor Islamietische Zaken atau Mahkamah Tinggi untuk menerima perkara banding. Melalui Stlb. No. 116 tahun 1937,pemerintah memindahkan penyelesaib masalah kewarisan dari peradilan Islam ke peradilan umum, dimana perkara tersebut diselesaikand dengan hukm adat. Alasannya hukm Islam belum sepenuhnya diterima oleh hukum adat. Di sini terjadi perebutan supremasi hukum antara hukum adat yang diunggulkan Belanda dengan hukum Islam.
Pada masa Jepang tidak ada perubahan substantive terhadap peradilan hukum Islam dan hukum Islam. Jepang hanya mengubah nama lembaga peradilan Islam dari priesterrad menjadi Sooryoo Hooin dan Pengadilan Banding dari Hof voor Islamietsche menjadi Kaikyoo Kootoo Hooin. Di Jawa dan Madura, lembaga ini menjalankan tugas menangani kasus-kasus perkawinan, dan kadang memberi nasehat dalam bidang kewarisan.
3.      Masa Kemerdekaan(1945 – 1998) ( Orde Lama dan Orde Baru )
Berakhirnya kolonialisme di Indonesia sekaligus juga mengakhiri fase represi dan eliminasi terhadap pemberlakuan hukum islam. Kedudukan hukum islam pada masa kemerdekaan mengalami kemajuan yang berarti. Meskipun mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, tetapi bukan hal yang mudah untuk memberlakukan hukum islam di Indonesia. Pelan tapi pasti, terjadi formatisasi terhadap hukum islam, sebagai konsekuensi dipilihnya Pancasila sebagai Ideologi negara.
Pada fase hukum islam mengalami dua periode, yaitu periode persuasive-source dan authoritative-source. Periode pertama persuasive adalah periode penerimaan hukum islam sebagai persuasive, yaitu sumber yang terhadapnya orang harus yakin dan menerimanya. Semua hasil sidang BPUPKI adalah sumber persuasive bagi groundwetinterpretatie UUD 1945, sehingga Piagam Jakarta juga merupakan persuasive-source UUD 1945. Meskipun dalam UUD 1945 tidak dimuat tujuh kata piagam Jakarta, namun hukum islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama islam berdasarkan pasal 29 ayat (1) dan (2).
Periode kedua, authoritative-source dimulai ketika piagam Jakarta ditempatkan dalam dekrit presiden RI tahun 1959. Dalam konsiderans dekrit presiden disebutkan “bahwa kami berkeyakinan bahwa piagam Jakarta bertanggal 22 juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi tersebut.” Dengan demikian dasar hukum piagam Jakarta dan UUD 1945 ditetapkan dalam satu peraturan perundangan, yaitu Dekrit Presiden. Menurut hukum tata negara Indonesia, keduanya memiliki kedudukan hukum yang sama.
Ketentuan di atas kemudian diwujudkan dalam politik hukum sebagaimana dirumuskan dalam ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960. Ketetapan itu berbunyi bahwa penyempurnaan hukum perkawinan dan hukum waris hendaknya juga memperhatikan faktor-faktor agama. Namun hingga tahun 1968, batas waktu berlakunya ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 tidak satupun muncul undang-undang dalam bidang hukum perkawinan dan kewarisan.
Memasuki orde baru, pembangunan nasional dalam bidang terus diupayakan, termasuk dalam bidang hukum. Dalam rumusan Garis Garis Besar Haluan Negara, yang merupakan haluan pembangunan nasional yang sesuai dengan cita-cita hukum pancasila dan UUD 1945 serta mengabdi kepada kepentingan nasional. Dalam peraturan perundang-undangan kedudukan hukum islam semakin jelas, yaitu muncul legislasi hukum islam yang bersifat nasional, yaitu UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Pasal 2 ayat (2) UU No.1/1974 menetapkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing. Dengan ketentuan ini berarti terjadi perubahan hukum dari yang rasial etnis (masa kolonial) kepada hukum yang berdasar keyakinan agama. Posisi yang kuat berdasarkan UU No.14/1970 tentang kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1) ditetapkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Jenis peradilan tersebut meliputi peradilan tingkat pertama dan tingkat pembanding. Dengan demikian peradilan agama merupakan peradilan negara, yaitu peradilan resmi yang dibentuk oleh pemerintah dan berlaku khusus untuk umat islam.
Keberadaan Peradilan Agama semakin jelas dengan ditetapkannya UU No.7/1989 tentang kekuasaan Peradilan Agama. Kompetensi Peradilan Agama memiliki dua ukuran, yaitu asas personalitas dan bidang hukum perkara tertentu. Dalam Bab II Pasal 49-53 kewenangan peradilan agama meliputi bidang-bidang hukum perdata antara lain: perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan sadaqah. Dari bidang-bidang tersebut dapat dikatakan bahwa jurisdiksi Peradilan Agama adalah biadang hukum keluarga (ahwal al-syakhsiyah).
Pemberlakuan hukum islam semakin menguat dan melebar ke berbagai bidang. Dalam hal obat dan makanan diwajibkan memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Produk Obat dan Makanan (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia. Disamping itu, muncul perundang-undangan yang mendukung terlaksananya hukum islam, seperti UU.No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji dan UU.No38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Berdasarkan deskripsi diatas, formatisasi hukum agama Islam dalam hukum nasional dapat berupa hukum umum yang berlaku nasional atau menjadi hukum khusus yang berlaku bagi umat islam saja. Hukum islam yang berlaku nasional tercermin dalam UU No.1/1974 tentang perkawinan, PP No.28/1977 Tentang Perwakafan, dan UU No.7/1992 Tentang Perbankan, di mana di dalamnya diakui keberadaan Bank Islam. Formatisasi yang berupa hukum khusus terlihat dalam inpres No.1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, UU No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji, dan UU No.38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.
 4.      Masa Reformasi (1998 - sekarang)
Ketika masa reformasi menggantikan orde baru (tahun 1998), keinginan mempositifkan hukum islam sangat kuat. Perkembangan hukum islam pada masa ini mengalami kemajuan. Secara fakta, hukum islam mulai teraktualisasikan dalam kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi sangat luas, tidak hanya dalam masalah hukum privat atau perdata tetapi masuk dalam ranah hukum publik. Hal ini dipengaruhi oleh munculnya undang-undang tentang Otonomi Daerah. Undang-undang otonomi daerah di Indonesia pada mulanya adalah UU No.22/1999 tentang pemerintah daerah, yang kemudian diamandemen melalui UU No.31/2004 tentang otonomi daerah. Menurut ketentuan Undang-undang ini, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri termasuk dalam bidang hukum.
Secara garis besar, pemberlakuan hukum islam di berbagai wilayah Indonesia dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu penegakan sepenuhnya di provinsi Nanggro Aceh Darusalam dan penegakan sebagian. Penegakan model ini merupakan menstruktur lembaga penegak hukumnya. Daerah lain yang sedang mempersiapkan adalah Sulawesi selatan (Makassar) yang sudah membentuk Komite Persiapan Penegak Syari’at Islam (KPPSI), dan kabupaten Garut yang membentuk Lembaga Pengkajian, Penegakan, dan Penerapan Syari’at Islam (LP3SyI).
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah terdepan dalam pelaksanaan hukum islam di Indonesia. Dasar hukumnya adalah UU No.44 tahun 1999 tentang Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Keistimewaan tersebut meliputi empat hal, diantaranya ialah:
1.      Penerapan syari’at islam diseluruh aspek kehidupan beragama,
2.      Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syari’at Islam tanpa mengabaikan kurikulum umum.
3.      Pemasukan unsur adat dalam sistem pemerintah desa, dan
4.      Pengakuan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.
Tindak lanjut dari Undang-undang di atas adalah ditetapkannya UU No.18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam. Fenomena pelaksanaan hukum islam juga merambah daerah-daerah lain di Indonesia, meskipun polanya berbeda dengan Aceh. Berdasarkan prinsip otonomi daerah, maka munculah perda-perda bernuansa syari’at Islam di wilayah tingkat I maupun tingkat II. Daerah-daerah tersebut antara lain: provinsi Sumatera barat, kota Solok, Padang pariaman, Bengkulu, Riau, Pangkal Pinang, Banten, Tanggerang, Cianjur, Gresik, Jember, Banjarmasin, Gorontalo, Bulukumba, dan masih banyak lagi.
Materi perda syaria’at Islam tidak bersifat menyeluruh, tetapi hanya menyangkut masalah-masalah luar saja. Jika dikelompokkan berdasarkan aturan yang tercantum dalam perda-perda syari’at, maka isinya mencakup masalah: kesusilaan, pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah, Penggunaan busana muslimah, pelarangan peredaran dan penjualan minuman keras, pelarangan pelacuran, dan sebagainya.

C.      TEORI-TEORI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:

1.        Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
2.        Teori Gujarat
           Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malebar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia         
3.        Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
4.        Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.



BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Periode perkembangan hukum islam di Indonesia terdiri dari masa kerajaan Islam abad XII-XVIII M, masa kolonial abad XVIII- pertengahan abad XX, masa kemerdekaan (1945-1998) dan masa reformasi (1998- sekarang). Dengan melalui empat tahap ini, menjadi suatu masa perkembangan hukum – hukum islam yang berada di Indonesia.
Teori-teori hukum islam yang berlaku di Indonesia yaitu, teori Mekah yang mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia langsung dari Mekah atau Arab, teori Gujarat  mengatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M, teori Persia mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia berasal dari daerah Persia yang kini menjadi Iran dan teori Cina mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina.















DAFTAR PUSTAKA


Sodiqin, Ali. 2012. fiqh ushul fiqh: sejarah, metodelogi dan implementasi di Indonesia. Yogyakarta: penerbit beranda publishing,

Ramulyo, Idris. 1993. azas-azas Hukum Islam: sejarah timbul dan berkembangnya, Jakarta: raja grafindo persada

Lukito, Ratno. 1998.Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Seri XXXV, Jakarta : INIS

Supriyatna, dkk. 1991. Perkembangan berlakunya Hukum Islam di Yogyakarta, Yogyakarta: Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kailjaga

Abdullah (ed), Taufiq. 1987. Sejarah dan Masyarakat: Lintasan Historis Islam di Indonesia, Jakarta:           Pustaka Firdaus




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR DI S U S U N OLEH: DIDI IRAWAN ...