PENDEKATAN PERILAKU SISWA
DI SUSUN OLEH:DIDI IARAWAN15111001

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ABULYATAMA
ACEH 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Saya berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik. Makalah ini yang berjudul “Pendekatan Perilaku Siswa” Untuk lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan pengetahuan kepada kita semua. Makalah ini masih memiliki kekurangan. Tidak ada gading yang takretak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. LatarBelakang......................................................................................................... 1
B.
RumusanMasalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan..................................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................................. 2
A.
Apakah Belajar
atau Tidak Belajar ........................................................................ 2
B.
Pendekatan
Perilaku Untuk Belajar ....................................................................... 3
1.
Pengkondisian
Klasik ...................................................................................... 3
2.
Pengkondisian
Operan ..................................................................................... 5
C.
Analisis Perilaku Terapan dalam Pendidikan ......................................................... 6
1. Meningkatkan
Perilaku
yang Diinginkan ......................................................... 6
2. Menurunkan
Perilaku
yang Tidak Diinginkan ................................................. 8
D. Pendekatan
Kognitif Sosial Untuk Belajar ............................................................ 9
1.
Teori Kognitif Sosial Bandura ......................................................................... 9
2.
Pembelajaran
Observasional ............................................................................ 9
3.
Pendekatan
Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri ............................................. 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 11
A.
Kesimpulan............................................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Seorang filsuf Yunani abad ke-4 SM
Aristoteles mengatakan bahwa, “Belajar
adalah kenikmatan alami”. Tetapi realitas yang terjadi di
sekolah-sekolah atau di madrasah-madrasah banyak anak-anak yang merasa bahwa belajar
itu membosankan. Sehingga banyak dari mereka yang kemudian berusaha menghindar
dari pelajaran baik itu dengan pura-pura sakit, mebolos atau dengan cara-cara
yang lainnya. Hal ini terjadi karena ada kesalahan yang dilakukan oleh guru
tentang cara mengajar siswa. Seorang guru biasanya menggunakan pendekatan terhadap siswa yang kurang tepat sehingga
menimbulkan suasana jauh dari kenyamanan.
Di sisi lain kebanyakan orang setuju
bahwa membantu siswa dalam belajar adalah fungsi vital dari sekolah. Namun,
tidak semua orang mengetahui lalu setuju mengenai cara terbaik untuk belajar. Untuk mencapai
kenyamanan bagi siswa disini kita anak
membahas sedikit tentang pendekatan perilaku siswa khususnya untuk menarik si
anak untuk blajar sehingga si anak akan mencapai cita-citanya, mencapai masa
depan yang cerah, dan bisa berguna bagi bangsa.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pendekatan perilaku siswa pembelajaran yang efektif untuk dikembangkan
di kela?
2.
Bagaimana
penerapan analisis perilaku dalam pendidikan?
C.
Tujuan
Mengetahuibeberapa proses pendekatan
perilaku anak dan untuk mengethui bagai mana penerapan analisis perilaku dalam
pendidikan, sehingga seorang guru bisa
mencapai targetnya sebagai seorang guru yang baik dan bisa mengembangkan
siswanya untuk menjadi penerus bangsa yang berguna.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apakah Belajar atau Tidak Belajar?
Belajar merupakan fokus sentral
pembahasan dalam ilmu psikologi pendidikan. Ilmu ini sangat urgen untuk
diterapkan di lingkungan sekolah. Karena memang sekolah merupakan suatu
lingkungan sosial untuk membantu anak-anak belajar.
1.
Belajar
atau bukan?
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang
relatif permanen pada perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan berpikir yang
terjadi melalui serangkaian pengalaman yang dialami. Misalnya, ketika seorang
anak belajar mengoperasikan komputer. Mereka mungkin sepanjang perjalannya
melakukan banya kesalahan. Tetapi pada titik tertentu mereka akan mendapatkan
bakat perilaku yang diperlukan untuk menggunakan komputer secara efektif.
Tidak semua yang kita tahu adalah hasil belajar. Kita
mewarisi beberapa kapasitas bawaan atau sejak lahir, tidak dipelajari. Sebagai
contoh, kita tidak harus diajarkan cara berkedip ketika sebuah obyek datang
terlalu dekat dengan mata kita.
2.
Pendekatan
pembelajaran
Behaviorisme merupakan pandangan bahwa perilaku harus
dijelaskan oleh pengalaman yang dapat diamati secara langsung, bukan dengan
proses mental. Pengkondisian klasik dan operan adalah pandangan tentang
perilaku yang menekankan pada pembelajaran asosiatif. Psikologi menjadi lebih kognitif pada akhir
abad ke-20, dan penekanan kognitif berlanjut sampai hari ini. Hal ini tercermin
dalam empatpendekatan kognitif untuk pembelajaran:
(a)
Pendekatan
kognitif sosial, menekankan pada
interaksi perilaku, lingkungan, dan orang dalam menjelaskan
pembelajaran.
(b)
Pendekatan
pemrosesan informasi, menekankan pada bagaimana anak memproses informasi
melalui perhatian, memori, berpikir, dan proses kognitif lainnya.
(c)
Pendekatan
kontruktivis kognitif, menekankan kontruksi kognitif pengetahuan dan pemahaman
anak.
(d)
Pendekatan
kontruktivis sosial, menekankan pada kerjasama dengan pihak lain untuk
menghasilkan pengetahuan dan pengalaman.
B. Pendekatan Perilaku Untuk belajar
Perilaku pendekatan menekankan
pentingnya anak-anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Hal ini
mencakup dua pandangan: pengkondisian klasik dan pengkondisian operan.
1.
Pengkondisian
Klasik
Dalam pengkondisian klasik, organisme belajar untuk
menghubungkan atau mengaitkan rangsangan. Pengkondisian klasik adalah gagasan
dari Ivan Pavlov (1927). Untuk sepenuhnya memahami teori Pavlov pengkondiasian
klasik, kita perlu memahami dua rangsangan dan dua jenis tanggapan: rangsanagan
tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus-UCS), respon tidak terkondisi (Unconditioned
Respon-UCR), rangsangan terkondisi (conditioned Stimulus-CS) dan
respon terkondisi (conditioned Respon-CR).
UCS adalah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon
tanpa harus belajar sebelumnya. Makanan adalah UCS dalam percobaan Pavlov. UCR
adalah respon tanpa belajar yang secara otomatis ditimbulkan oleh UCS. Dalam
eksperimen Pavlov, air liur anjing dalam menanggapi makanan UCR. CS adalah
stimulus yang sebelumnya netral tapi pada akhirnya memunculkan respon
terkondisi setelah dikaitkan dengan UCS. Diantara rangsangan yang dikondisikan
dalam percobaan Pavlov adalah berbagai pemandangan dan suara yang terjadi
sebelum anjing benar-benar memakan makanan. Seperti suara pintu ditutup sebelum
makanan ditempatkan di piring anjing. CR adalah respon yang dipelajari terhadap
stimulus terkondisi yang terjadi setelah UCS-CS dipasangkan.
Pengkondisian klasik ini dapat terlibat dalam dua pengalaman
positif dan negatif anak-anak di dalam kelas. Diantara hal-hal di sekolah anak
yang menghasilkan kesenangan karena mereka telah mendapatkan pengkondisian
klasik adalah lagu favorit dan perasaan bahwa kelas adalah tempat yang aman dan
menyenangkan. Sebagai contoh sebuah lagu akan menjadi netral untuk anak sampai
ia bergabung dengan teman sekelas lain untuk menyanyikan dengan disertai
perasaan positif.
Anak-anak dapat mengembangkan perasaan takut di kelas jika
mengasosiasikan kelas dengan kritik, sehingga kritik menjadi CS karena takut.
Pengkondisian klasik juga dapat terlibat dalam tes kecemasan. Misalnya, seorang
anak gagal dan dikritik, yang menghasilkan kecemasan, setelah itu, ia
mengasosiasikan tes dengan kecemasan. Sehingga mereka kemudian dapatmenjadi CS
untuk kecemasan.
a.
Generalisasi, diskriminasi, dan kepunahan
Generalisasi adalah kecenderungan
stimulus baru yang mirip dengan stimulus asli yang dikondisikan untuk
menghasilkan respon yang sama. Misalnya, seorang siswa dikritik karena kinerja
yang buruk pada tes biologi. Ketika siswa itu mulai mempersiapkan untuk tes
kimia, ia juga menjadi sangat gugup karena kedua mata pelajaran yang erat
kaitannya dalam Sains. Dengan demikian kecemasan siswa menggeneralisasikan dari
mengambil tes dalam salah satu mata pelajaran untuk mengambil mata pelajaran
yang lain.
Diskriminasi terjadi ketika
organisme merespon rangsangan tertentu dan tidak pada rangsangan yang lain.
Misalnya, seorang mahasiswa merasa tidak gugup dalam mengambil mata kuliah yang
berbeda. Karena dia tahu kalau kedua mata kuliah itu merupakan bidang studi
yang berbeda.
Kepunahan melibatkan melemahnya CR
tanpa adanya UCS. Misalnya, seorang mahasiswa tidak merasa gugup lagi ketika
melakukan kinerja yang lebih baik pada mata kuliah itu, kecemasannya pun
memudar.
b.
Desensitisasi
Sistematis
Merupakan suatu metode yang
didasarkan pada pengkondisian klasik untuk mengurangi kecemasan dengan
melakukan sesuatu hal untuk mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi dari
situasi berturut yang semakin memproduksi kecemasan. Bayangkan anda di kelas
memiliki seorang siswa yang merasa gugup ketika berbicara di depan kelas.
Tujuan desensitisasi sistematis adalah mengajari siswa untuk mengasosiasikan
bicara di depan kelas dengan relaksasi, seperti berjalan di pantai yang tenang.
Menggunakan visualisasi berturut-turut, siswa mungkin berlatih desensitisasi
sistematis dua minggu sebelum berbicara di depan kelas, lalu seminggu
sebelumnya, empat hari sebelumnya, dua hari sebelumnya, sehari sebelumnya,
sebelum masuk sekolah, pada saat memasuki ruang kelas, perjalanan ke depan
kelas, dan ketika pembicaraan itu berlangsung.
2.
Pengkondisian
Operan
Pengkondisian operan (Instrumental) adalah suatu bentuk
pembelajaran dimana konsekuensi berupa hukuman dan imbalan dari perilaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku itu akan terjadi.
Pencetus dari teori ini adalah B.F. Skinner (1938).
Penghargaan adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas bahwa perilaku akan terjadi. Sebagai contoh, anda mengatakan
“Selamat, aku benar-benar bangga dengan cerita yang kamu tulis”, jika mahasiswa
bekerja keras dan menulis cerita yang lebih baik dari sebelumnya. Penghargaan
ini akan meningkatkan probabilitas perilaku menulis mahasiswa tersebut.
Sebaliknya, hukuman merupakan konsekuensi yang menurunkan probabilitas perilaku
yang akan terjadi. Misalnya, ketika mahasiswa sedang berbicara di depan kelas
kemudian dosen mengerutkan dahi, maka pembicaraan mahasiswa ini akan berkurang.
Mengerutkan dahi ini dikatakan sebagai hukuman saat siswa itu berbicara.
Bentuk penguatan perilaku ada dua macam, yakni penguatan
positif dan penguatan negatif. Penguatan positif berarti meningkatkan frekuensi
respon karena diikuti oleh stimulus yang bermanfaat. Seperti contoh di atas,
pujian dari dosen bisa meningkatkan perilaku menulis mahasiswa. Sedangkan
penguatan negatif adalah meningkatkan frekuensi respon karena diikuti dengan
rangsangan penghapusan hukuman (menyenangkan). Sebagai contoh, seorang ayah
mengomel pada anaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ia terus mengomel.
Akhirnya si anak bosan mendengarkan omelan ayahnya dan melakukan pekerjaan
rumahnya itu. Respon anak tersebut (mengerjakan PR) merupakan bentuk
penghapusan stimulus tidak menyenangkan (omelan).
Dalam pengkondisian operan juga terjadi generalisasi,
diskriminasi dan kepunahan yang mirip dengan pengkondisian klasik. Generalisasi dalam pengkondisian operan
misalnya terjadi ketika seorang dosen memuji mahasiswanya dalam mata kuliah
psikologi pendidikan maka mahasiswa tersebut akan menyama ratakan rangsangan
ini untuk melakukan pekerjan yang lebih keras lagi dalam mata kuliah bidang
lainnya. Diskriminasi dalam pengkondisian operan terjadi ketika seorang siswa
melihat nampan berlabel “matematika” adalah tempat dimana seharusnya dia
meletakkan pekerjaan matematika hari ini. Sedangkan nampan yang berlabel
“Bahasa Inggris” adalah tempat untuk meletakkan pekerjaan bahasa Inggris hari
ini bukan untuk pekerjaan yang lain. Kepunahan dalam pengkondisian operan
terlhat ketika seorang mahasiswa mencubit temannya dan dosen segera menegurnya.
Jika hal ini terjadi secara teratur maka mahasiswa akan belajar bahwa mencubit
temannya merupakan suatu cara untuk mendapatkan perhatian dari dosen. Jika
kemudia dosen mengabaikannya, mungkin perilaku mahasiswa tadi akan dihentikan.
C. Analisis Perilaku Terapan dalam
Pendidikan
Analisis Perilaku Terapan
melibatkan penerapan prinsip-prinsip pengkondisian operan untuk mengubah
perilaku siswa. Penggunaan analisis perilaku terapan sangat berguna dalam
bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan perilaku yang diinginkan dan
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Aplikasi analisis perilaku terapan
ini sering menggunakan serangkaian langkah, yakni.
1.
Meningkatkan
perilaku yang diinginkan
Ada enam langkah praktis yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku yang diinginkan pada siswa, yaitu:
a.
Berikan
penguatan secara efektif
Setiap anak mempunyai penguatan yang
berbeda-beda. Analisis perilaku terapan merekomendasikan agar guru mengetahui
apakah penguatan itu bekerja baik atau tidak pada anak tertentu. Untuk
mengetahui penguatan apa yang efektif bagi siswa dapat dilakukan dengan cara
memeriksa apa yang telah memotivasi anak di masa lalu (sejarah), yakni sejarah
tentang apa yang siswa ingin tetapi tidak didapatkan dengan mudah atau yang
sering didapatkan, dan persepsi anak tentang motivasi tersebut.
David Premack, seorang psikolog
membuat suatu prinsip yang kemudian disebut sebagai prinsip Premack. Teori itu
menyatakan bahwa kemungkinan kegiatan yang lebih diinginkan dapat berfungsi
sebagai motivasi untuk kegiatan yang kurang diinginkan. Misalnya, seorang guru
mengatakan bahwa “jika kamu sudah menyelesaikan soal matematika maka kamu boleh
pulang”. Namun hal ini hanya efektif jika pulang lebih diinginkan daripada
mengerjakan soal matematika.
b.
Buat
penguat kontigen dan tepat waktu
Penguatan hanya diberikan pada waktu
yang tepat dan hanya jika siswa melakukan sesuatu hal yang diinginkan.
Pernyataan “jika…. maka…” dapat digunakan untuk untuk membuat siswa merasa
jelas atas apa yang harus mereka lakukan untuk mendapatkan imbalan.
c.
Pilih
jadwal terbaik dari penguatan
Dalam penguatan yang terjadi secara
terus-menerus memang siswa akan belajar dengan sangat cepat tetapi ketika
penguatan itu berhenti maka kepunahan akan terjadi dengan sangat cepat. Skinner
(1957) mengembangkan jadwal penguatan, yaitu penguatan jadwal parsial yang menentukan
kapan respon akan diperkuat. Ada empat jadwal utama penguatan, yaitu:
(a) Jadwal rasio tetap, yaitu perilaku
diperkuat setelah melewatkan sejumlah tanggapan. Misalnya, guru memberikan
pujian hanya setelah siswa berhasil menjawab lima pertanyaan dengan benar.
(b) Jadwal rasio variable, penguatan
diberikan setelah siwa melakukan beberapa kali tanggapan, namun penguatan yang
dilakukan tidak terduga.
(c) Jadwal interval tetap, respon yang
tetap pertama setelah jumlah waktu yang tetap diperkuat. Misalnya, guru dapat
memuji anak untuk pertanyaan pertama yang anak minta setelah tiga menit
kemudian.
(d) Jadwal variabel interval, repon
diperkuat setelah jumlah variabel waktu berlalu. Misalnya, guru memuji
pertanyaan siswa setelah lima belas menit, Sembilan menit, enam menit dan
sebagainya.
d.
Pertimbangkan
kontrak
Merupakan penguatan kontigensi yang
diletakkan secara tertulis. Guru menyetujui untuk melakukan sesuatu jika
seorang siswa berperilaku dengan cara tertentu. Kontrak kelas ini biasanya
ditandatangani oleh guru, siswa dan diberi tangal kapan dibuat perjanjian itu.
e.
Gunakan
penguatan negatif secara efektif
Menggunakan penguatan negatif
mempunyai kelemahan. Terkadang ketika guru mencoba menggunakan penguatan
negatif, anak malah memberontak. Hasil negatif ini terjadi paling sering ketika
anak-anak tidak memiliki ketrampilan atau kemampuan untuk melakukan apa yang
guru minta.
f.
Menggunakan
permintaan dan membentuk
Permintaan adalah rangsangan
tambahan atau isyarat yang diberikan tepat sebelum respon yang meningkatkan
kemungkinan bahwa respon akan terjadi. Permintaan bisa berwujud verbal.
Contohnya, ketika sedang belajar membaca, guru memegang huruf “I-B-U” kemudian
mengatakan “ bukan itu tapi…”. Atau bisa juga berbentuk intruksi seperti “Mari
kita mulai membaca”. Atau bisa juga berbentuk petunjuk, misalnya ketika guru
memberi tahu siswa tentang cara baris-berbaris. Permintaan juga bisa berwujud
visual, seperti ketika guru menempatkan tangannya di telinga ketika siswanya
berbicara sangat pelan.
Membentuk melibatkan pengajaran
perilaku baru dengan memperkuat aproksimasi ke perilaku target yang ditentukan.
Misalnya seorang siswa yang tidak pernah menyelesaikan 50% dari tugas
matematikanya. Tetapi anda menetapkan target 100% tugas matemaikanya
dikerjakan. Maka anda harus memberikan penguatan sampai aproksimasi target.
Awalnya mungkin anda hanya memberikan penguatan ketika sudah mengerjakan
sekitar 60%, pada waktu berikutnya 70%, 80%, 90% sampai akhirnya sampai 100%.
Membentuk membutuhkan penguatan sejumlah langkah kecil dalam perjalanan ke
perilaku yang menjadi target.
2.
Menurunkan
perilaku yang tidak diinginkan
Untuk menurunkan perilaku yang tidak diinginkan, analisis
perilaku Paul Alberto dan Anne Troutman (2009) merekomendasikan langkah-langkah
berikut ini:
a.
Menggunakan
penguatan deferensial
Guru memperkut perilaku yang
diinginkan dan berbeda dari apa yang dilakukan oleh siswa. Misalnya, guru
memperkuat anak untuk kegiatan pembelajaran computer daripada main game.
b.
Hentikan
penguatan (kepunahan)
Strategi menghentikan penguatan
dengan cara menarik penguatan positif yang diterjemahkan anak sebagai bentuk
legalitas atas perbuatan buruknya. Jika anda menyadari terlalu banyak
memberikan perhatian kepada perilaku siswa yang tidak pantas, maka segera abaikan
dan berikan perhatian pada perilaku yang sesuai.
c.
Menghapus
rangsangan yang diinginkan
Setelah anda mencoba dua opsi di
atas tetapi belum juga efektif, maka ada pilihan yang ketiga yakni dengan
menghentikan rangsangan yang diinginkan selama ini anda berikan. Misalnya
dengan menghapus beberapa hak istimewa.
d.
Menghadirkan
rangsangan berupa hukuman
Sebuah stimulus hukuman hanya boleh
dilakukan sebagai suatu usaha terakhir setelah beberapa cara ditempuh tetapi
tidak efektif juga. Bentuk yang paling umum dari hukuman di dalam kelas berupa
teguran. Sedangkan hukuman secara fisik tidak boleh diberikan.
D. Pendekatan Kognitif Sosial Untuk
Belajar
1.
Teori
kognitif sosial bandura
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif, seperti perilaku, memainkan peran penting dalam belajar. Faktor
kognitif mungkin melibatkan harapan siwa untuk sukses, faktor sosial mungkin
mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku prestasi orangtua mereka. Teori
ognitif merupakan sumber yang semakin penting dari aplikasi kelas.
Albert Bandura adalah arsitek utama teori kognitif
sosial. Ia mengatakan bahwa ketika siswa belajar, mereka dapat secara kognitif
mewakili atau mengubah pengalaman mereka. Model determinisme timbal
balik dari pembelajarannya meliputi tiga faktor utama : orang/kognisi,
perilaku, dan lingkungan. Orang (kognitif) faktor yang diberikan penekanan yang
paling oleh Bandura dalam beberapa tahun terakhir adalah efikasi diri,
keyakinan bahwa seseorang dapat mengasai situasi dan menghasilkan hasil yang
positif.
2.
Pembelajaran
observasional
Belajar observasional adalah pembelajaran yang melibatkan
pemerolehan keterampilan, strategi, dan keyakinan dengan mengamati orang lain.
Bandura menjelaskan empat proses kunci dalam pembelajaran observasional:
Perhatian, Retensi, Produksi dan Motivasi. Pembelajran observasional terlibat
dalam banyak aspek kehidupan anak, termasuk kelas dan media.
3.
Pendekatan
perilaku kognitif dan regulasi diri
Metode instruksional diri adalah teknik perilaku kognitif
yang bertujuan untuk mengajarkan individu untuk memodifikasi perilaku mereka
sendiri. Dalam banyak kasus, dianjurkan bahwa siswa menggantikan pernyataan
diri negatif dengan yang positif. Kognitif behavioris berpendapat bahwa siswa
dapat meningkatkan kinerja mereka dengan memonitor perilaku mereka.
Pembelajaran pengaturan diri generasi diri dan pemantauan diri dari pikiran,
perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan. Siswa berprestasi sering kali
merupakan pembelajaran pengaturan diri. Salah satu model pembelajaran
pengaturan diri melibatkan komponen-komponen: evaluasi dan pemantauan diri,
penetapan tujuan dan perencanaan strategis, menempatkan rencana kedalam
tindakan, dan hasil pemantauan dan menyempurnakan strategi. Pengaturan diri
merupakan asek penting dari kesiapan sekolah. Aspek penting dari pembelajaran
pengaturan diri adalah memberikan siswa tanggung jawab untuk kegiatan belajar
mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai pengaruh yang relatif permanen pada perilaku, pengetahuan, dan
ketrampilan berpikir yang terjadi melalui serangkaian pengalaman yang dialami.
2. Dalam pengkondisian klasik,
organisme belajar untuk menghubungkan atau mengaitkan rangsangan.
3. Pengkondisian operan (Instrumental)
adalah suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi berupa hukuman dan imbalan
dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku itu akan
terjadi.
4. Analisis Perilaku Terapan melibatkan penerapan prinsip-prinsip
pengkondisian operan untuk mengubah perilaku siswa. Penggunaan analisis
perilaku terapan sangat berguna dalam bidang pendidikan dalam rangka
meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan.
5. Teori kognitif sosial menyatakan
bahwa faktor sosial dan kognitif, seperti perilaku, memainkan peran penting
dalam belajar.
6. Metode instruksional diri adalah
teknik perilaku kognitif yang bertujuan untuk mengajarkan individu untuk
memodifikasi perilaku mereka sendiri
DAFTAR PUSTAKA
W. Santrock,
John (Diterjemahkan oleh Harya Bimasena).2014. Psikologi Pendidikan.
Jakarta:Salemba Humanika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar