PAJAK PERTAMBAHAN NILA
(PPN)
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
DIDI IRAWAN
15111001
MK :
Hukum Pajak

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ABULYATAMA
ACEH 2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk
menjalankan roda pemerintahan pemerintah dan untuk pembangunan nasional
serta kemandirian bangsa untuk mencapai
cita-cita luhur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 tentunya pemerintah
membutuhkan pendanaan yang menunjang
gerak roda pemerintahan dan pembangunan. pendanaan sendiri bersumber pembiayaan dari dalam negeri dan
luar negeri, namun pembiayaan dalam negeri lebih diutamakan ketimbang sumber
pembiayaan yang berasal dari luar negeri. Dalam
peningkatan sumber pembiayaan dalam
negeri, pajak merupakan solusi untuk alternatif, pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pajak
pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut
membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat
seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah harus dipungut karena terbukti pajak
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak. Dari sekian pajak yang dibebankan kepada
masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung
kareana tidak langsung dibebankan kepda penanggung pajak. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta
karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku
atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal
sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang
berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis
serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari PPN tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang di maksud dengan PPN?
2. Apa saja subyek dan obyek PPN?
3. Bagaimana perhitungan PPN?
C. Tujuan Penulisan
1. Menambah
pengetahuan di bidang perpajakan
khususnya yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. untuk penilaian tugas kuliah serta memberikan
ulasan menarik yang berkaitan dengan hukum Tata Negara II
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPN
PPN
atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang
dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan
atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Disebut pajak tidak langsung karena
tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui
mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi
penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa. Barang Kena Pajak adalah barang berwujud
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua
barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang
Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud
(bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek
dagang, paten, dll). Indnesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu 10%.
dasar humkum yang digunakan unutk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983.
PPN
secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, walaupun
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan berlaku
pada tanggal 1 Januari 1984. PPN
ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan pajak yang
dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat
dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan,
menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan
jasa kepada para konsumen.
B. Sumber dan Obyek PPN
1.
Subjek
PPN
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah yang pajak dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang dan atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Pajak atas konsumsi barang dan jasa di
daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan
distribusi
Subjek
terdiri dari PPN ini ada 2 (dua), yaitu :
a. Pengusaha
Kena Pajak (PKP)
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean. Dan Pengusaha Kena Pajak atau PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang.
b. Bukan
Pengusaha Kena Pajak (non PKP)
Bukan
Pengusaha Kena Pajak atau bukan PKP adalah orang atau badan yang mengimpor BKP,
memanfaatkan jasa atau BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri.
2.
Objek
PPN
Berdasarkan
UU No.42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atau selanjutnya disebut UU PPN 1984 . Objek PPN adalah
sebagai
berikut : (pasal 4 ayat 1)
(a) Penyerahan
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
(b) Impor
Barang Kena Pajak;
(c) Penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
(d) Pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
(e) Pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
(f) Ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
(g) Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
(h) Ekspor
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pasal
16C :
PPN dikenakan atas kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
yang batasan dan tata caranya diatur dalam keputusan menteri keuangan.
Pasal 16D :
PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali
atas penyerahan aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan
sebagimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.
Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16
Ø Yang
melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak;
Ø Perolehan
aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang dagangan
Ø Perolehan
aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan bukan jenis
kendaraan sedan dan station wagon.
Pengeluaran yang secara langsung
berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan
dengankegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini
berlaku untuk semua bidang usaha.
a. Penyerahan
Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (2) :
(a)
penyerahan hak atas Barang Kena Pajak
karena suatu perjanjian;
(b) pengalihan
Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha (leasing);
(c) penyerahan
Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
(d) pemakaian
sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
(e) Barang
Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
(f) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat
ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
(g) Penyerahan Barang Kena Pajak secara
konsinyasi; da
(h) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya
dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak
kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
b. Bukan
Penyerahan Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (2) :
(a)
penyerahan Barang Kena Pajak kepada
makelar sebagaimana dimaksuddalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
(b)
penyerahan Barang Kena Pajak untuk
jaminan utang piutang
(c)
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal
Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
(d)
pengalihan Barang Kena Pajak dalam
rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
(e)
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
c.
Syarat Penyerahan Kena Pajak
(a)
Barang Berwujud yang diserahkan
merupakan Barang Kena Pajak;
(b)
Barang Tidak Berwujud yang diserahkan
merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
(c)
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah
Pabean
(d)
Penyerahan dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
(e)
Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
d. Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud.
Pengenaan PPN atas
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain atas:
(a)
penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud
dan tidak Berwujud) didalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a
(b) pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal
4 ayat (1) huruf d).
(c) Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.(Pasal 4 ayat (1)
huruf g).
e. Penyerahan
Jasa Kena Pajak
Pasal 1 angka 5 dan 6
UU PPN 1984.
“Jasa
adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,
fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasu jasa
yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang ini”
Penyerahan Jasa Kena
Pajak :
(a)
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap
kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
(b)
Penyerahan jasa yang terutang
pajak harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
jasa yang diserahkan
merupakan Jasa Kena Pajak.
penyerahan dilakukan di
dalam Daerah Pabean.
penyerahan dilakukan
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
Dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak
(c)
Termasuk dalam pengertian penyerahan
Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak (JKP) yang dimanfaatkan untuk
kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.
3.
Bukan
Objek PPN
Jenis barang yang tidak
dikenai PPN adalah barang tertentu dalam barang sebagai berikut:
a.
Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
(a) Minyak
mentah (crude oil)
(b) Gas
bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat
(c) Panas
bumi;
(d) Asbes,
batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat),
talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
(e) Batubara
sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
(f) Bijih
besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
serta bijih bauksit.
b.
Barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat banyak
(a)
Beras, Gabah, Sagu, Jagung, Kedelai;
(b)
Garam baik yang beryodium maupun tidak
beryodium;
(c)
Daging, yaitu daging segar yang tanpa
diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong,
didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur,
diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
(d)
Telur, yaitu telur yang tidak diolah,
termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,atau dikemas;
(e)
Susu, yaitu susu perah baik yang telah
melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula
atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu
buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci,
disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas;
(f)
Buah-buahan yaitu buah segar yang
dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong,
diiris dan dikemas atau tidak dikemas;
(g)
Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang
dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk
sayuran segar yang dicacah.
c.
Uang, emas batangan, dan surat berharga
d.
Makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan
minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah merupakan
objek pengenaan Pajak Daerah.
Jenis
jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa sebagai berikut :
1) Jasa
pelayanan kesehatan medi
2) Jasa
pelayanan social
3) Jasa
pengiriman surat dengan perangko
4) Jasa
asuransi
5) Jasa
keuangan
6) Jasa
keagamaan
7) Jasa
pendidikan
8) Jasa
kesenian dan hiburan
9) Jasa
penyiaran yang tidak bersifat iklan
10) Jasa
angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
11) Jasa
tenaga kerja
12) Jasa
perhotelan
13) Jasa-jasa
yang disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan secara umum
14) Jasa
penyediaan tempat parker
15) Jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam
16) Jasa
pengiriman uang dengan wesel pos
17) Jasa
boga atau katering.
4.
Pengusaha
Kena Pajak
Pengusaha
Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang. Dengan
kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah memperdagangkan barang kena
pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha tersebut memperdagangkan atau
melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak atau jasa yang tidak kena
pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha Kena Pajak. Terdapat pengecualian untuk pengusaha
kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU PPN yang berbunyi: Pengusaha yang
melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf
c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Berdasarkan
Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 diatur bahwa Pengusaha Kecil tidak termasuk
sebagai PKP sehingga tidak diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namun demikian, berdasarkan Pasal 3A
ayat (1a) UU PPN 1984, Pengusaha Kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Batasan
Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 68/PMK.03/2010 adalah
sebagai berikut :
a. Pengusaha
kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak
lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).
b. Jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan
BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
c. Pengusaha
yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukannya.
Sehingga kepada
pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak, maka wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3A
ayat 1 UU PPN.
C.
Perhitungan PPN
Mekanisme
Cara menghitung pajak pertambahan nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah
Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus
disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak
keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak
masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat
produknya.
“Cara
menghitung pajak pertambahan nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM)”
“PPN
dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP).”
TARIF PPN & PPnBM
1.
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif
PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas: ekspor
Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud; ekspor
BKP Tidak Berwujud; dan ekspor
Jasa Kena Pajak.
3. Tarif
PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200 (dua ratus persen).
4. Tarif
PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen)
contoh cara menghitung
pajak pertambahan nilai
1. Pengusaha
Kena Pajak andi menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 35.000.000,00
Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang
=
10% x Rp35.000.000,00
= Rp3.500.000,00
PPN
sebesar Rp3.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak andi.
Seseorang
mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN
yang dipungut melalui Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai
=
10% x Rp15.000.000,00
=
Rp 1.500.000,00
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak
Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap
pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak
dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta
karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan
jasa. Mekanisme Cara menghitung pajak pertambahan nilai adalah pemungutan,
penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif
tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif
yang berbeda.
B. Saran
Demikianlah,
sebagai warga Negara Indonesia, kita perlu mengetahui macam macam pajak
termasuk mentaati peraturan perundang undangan perpajakan dan selalu ikut
berpartisipasi dalam perpajakan di Indonesia, misalnya dengan membayar pajak
yang terutang dengan tepat waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmed, Ehtisham and Nicholas Stern.
1991. The Theory and Practice of Tax Reform in Developing Countries (Cambridge
University Press).
McLure, Charles E. (1993) "The
Brazilian Tax Assignment Problem: Ends, Means, and Constraints," in A
Reforma Fiscal no Brasil (São Paulo: Fundaçäo Instituto de Pesquisas
Econômicas).
Muller, Nichole. 2007. Indian law with
emphasis on commercial legal insurance within the scope of a project business
in India. IBL Review, VOL. 12, Institute of International Business and law,
Germany.
OECD. 2008. Consumption Tax Trends 2008:
VAT/GST and Excise Rates, Trends and Administration Issues. Paris: OECD.
Serra, J. and J. Afonso. 1999. “Fiscal
Federalism Brazilian Style: Some Reflections,” Paper presented to Forum of
Federations, Mont Tremblant, Canada, October 1999.
Sharma, Chanchal Kumar 2005.
Implementing VAT in India: Implications for Federal Polity. Indian Journal of
Political Science, LXVI (4): 915–934. [ISSN: 00019-5510] SSRN.com
Shome, Parthasarathi and Paul Bernd
Spahn (1996) "Brazil: Fiscal Federalism and Value Added Tax Reform,"
Working Paper No. 11, National Institute of Public Finance and Policy, New
Delhi
Tait, Alan A. (1988) Value Added Tax:
International Practice and Problems (Washington: International Monetary Fund).
Coin Casino | Get a 50% deposit match bonus
BalasHapusCoin Casino is 인카지노 a new online casino with a great selection deccasino of games for both online and fiat play. The site has a welcome bonus 바카라 of $100, a 100% deposit match bonus,