SEJARAH
PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI (semest 1)
SEJARAH
PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
DISUSUN
OLEH
DIDI IRAWAN
LATAR BELAKANG SEJARAH ANTROPOLOGI
Etnografi
merupakan bagian-bagian dari Antropologi, yang telah lama dikerjakan
orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagai contoh, telah ditemukannya
tulisan-tulisan Herodotus di dunia barat. Herodotus adalah seorang
berkebangsaan Yunani, beliau disebut sebagai bapak dari sejarah dan Etnografi.
Penulisan pada masa itu masih bersifat sangat subyektif dan mengandung sifat
purbasangka dan etnosentrisme. Herodotus berpendapat bahwa orang-orang Mesir,
Libya, dan Persia itu belum beradab. Pepatah mengatakan bahwa yang beradab itu
hanya bangsanya sendiri, sedangkan bangsa lain belum beradab. Herodotus
memandang aneh kebiasaan-kebiasaan orang-orang asing yang bukan termasuk bangsanya,
maka dia mencatat adat kebiasaan orang-orang tersebut dan ingin mempelajarinya
lebih dalam lagi.
Pada
zaman Romawi, ditemukan juga catatan-catatan Etnografi dari Tacius dan Caesar.
caesar membuat catatan tentang bangsa Germania dan Galia. Catatan itu ia buat
ketika ia memimpin tentara ke Eropa Barat sampai Inggris. Perbedaan penulisan
catatan antara Caesar dengan Tacius terletak pada gaya penulisannya. Catatan
Caesar ditulis secara sistematis, sedangkan Tacius menulis dengan gaya yang
lebih hidup, yang timbul dari rasa marah akan kelemahan-kelemahan pemerintahan
Roma. Tulisan-tulisan dua perwira ini tidak menggambarkan satu susunan yang
teratur.
Tulisan
Etnografi juga ditemukan di bangsa Tionghoa dan bangsa India, karena pada zaman
itu, mereka juga sudah mengenal tulisan. Tetapi tulisan-tulisan yang ditemukan
tidak sebanyak yang ditemukan di Yunani dan Romawi. Hal itu disebabkan karena
bahan-bahan yang dikerjakan secara sistematis dan metodis umumnya terdapat di
Eropa. Tulisan Etnografi bangsa Tiongkok ditemukan pada zamann dinasti Han,
yang membahas mengenai bangsa Han Nu yang berada di batas Tiongkok sebelah
Barat Daya.
Dari seorang Arab yang bernama Ibnu
Batutah, kita juga bisa mendapati tulisan Etnografi. Ia mengembara di
daerah-daerah di Asia Tenggara, sehingga banyak mengetahui negari-negeri
tersebut.
Dan
di saat Konstantinopel diduduki oleh Turki pada tahun 1453, Eropa Barat tidak
dapat berdagang lagi dengan dunia Timur melalui jalur tradisionil. Lalu mereka
mencari jalan baru dengan berpencar secara berkelompok. Ada kelompok yang
melalui Kutub Utar, ada yang melewati Afrika Selatan, adapula yang mencoba
berlayar ke Barat. Setiap kelompok diikuti oleh paderi-paderi katolik. Dari
Paderi-paderi katolik-lah kita mendapati etnografi dari berbagai bangsa dan
suku bangsa.
Marcopolo
( Polo ) juga ikut menyumbang tulisan-tulisan Etnografi. Ia menyusun kitab yang
berjudul “Kitab tentang Kerajaan dan keajaiban di dunia Timur”, diterbitkan
tahun 1447. Polo dan keluarga mengembara
di Asia selama 20 tahun, mereka tinggal di Istana Khubilai Khan. Disinilah ia
menemukan perbedaan-perbedaan kebiasaan dengan dunia Barat. Misalnya, uang yang
dibuat dari kertas dan diberi cap dan ditanda-tangani, yang mempunyai
bermacam-macam nilai. Dari catatannya, diketahui bahwa Marcopolo pernah singgah
di Indonesia. Polo berlayar dari pantai laut Tiongkok Selatan menuju Pantai
Jazirah Malaya kemudian menyusuri pantai pulau Sumatera menuju ke utara.
Singgah di sebekah pelabuhan Ferlec atau Perlak. Marcopolo menulis semua
pengalamannya itu saat ia dipenjara di Genoa, saat terjadi perang antara
Venesia-Genoa. Jadilah tulisan-tulisan tersebut menjadi Etnografi yang baik.
Penulisan-penulisan
Etnografi pada waktu itu masih bersifat subyektif, dan penilaian-penilaian yang
digunakan dalam melihat kejadian amat dipengaruhi oleh pikiran dan kepercayaan
yang berlaku pada zaman itu. Sebagai contoh pada Abad Pertengahan. Pandangan
hidup pada Abad Pertengahan adalah Theosantris yaitu kebudayaan yang berpusat
pada gereja. Gereja mengatur masyarakat dengan ajaran bahwa aturan social itu
tidak dapat salah.
Sejak
jatuhnya imperium Romawi, pengaruh gereja semakin besar, dan puncaknya pada
abad ke-13. filsafat gereja mendapat kebesaran dalm pekerjaan Thomas Aquinas.
Meski teori pada waktu itu bersifat spekulatif, yaitu ditujukan untuk
memperkuat ajaran yang diajukan oleh kitab suci dan tafsirannya, tetapi
penyelidikan Etnologi mulai tumbug dan maju.
Yang
pertama melakukan adalah Yoseph Francis Lafitau, seorang padri dari orde Jezuit
bangsa Perancis, bekerja di Kanada sebagai missi agama. Ia menyelidiki tentang
berbagai persamaan antara kebiasaan, tatasusila orang-orang Indian dengan
adapt-istiadat bangsa dari zaman kuno di Eropa. Kemudian ia membaut sebuah buku
yang berjudul “Moeurs des souvages americains compares aux moeurs des premiers
temps” (1724). Bahan perbandingan yang dihunakan Lafitu hanya bangsa Indian
yang hendak dinasranikan.
Birkert
Smith berpendapat bahwa ahli etnologi zaman modern adalah Jens Kreft, guru
besar akademi di Soro. Kitabnya berjudul “Sejarah pendek tentang
lembaga-lenbaga yang terpenting, adapt dan pandangan-pandangan orang liar”
(1760). Buku itu kemudian diterjamahkan kedalam bahasa Jerman, dengan nama “Dia
Sitten der Wilden” (1766). Ia menulis tentang 2 bangsa Indian, yaitu bangsa
Lule dan bangsa Caingua di Amerika, yang ia sangka kedua bangsa itu masih
mempunyai kebudayaan yang sangat rendah. Namun setelah kedua bangsa itu ia
selidiki, ternyata kebudayaan bangsa-bangsa tersebut tidak serendah yang ia
sangka. Jens Kreft adalah orang yang pertama kali menulis buku etnologi umum
dengan memperhatikan tentang kehidupan ekonomi masyarakat, agama dan kesenian.
Adolf
Bastian adalah orang yang mendorong penelitian yang bersifat lebih ilmiah dan
sistematis, memberikan dasar pada kepada pandangan kesatuan dari kebudayaan.
Volkergedanken timbul dari Elementargedanken, pengaruh dari milleau geografis
yang menyebabkan keanekaragaman kebudayaan. Tiap-tiap kebudayaan akan
berkembang sesuai dasar dan lingkungannya.
Penyelidikan
tentang Antropologi lebih pesat setelah diketahuinya hubungan antara bahsa
Sansekerta, bahasa Latin, Yunani dan Germania. Maka muncul penyelidikan
bersifat histories komparatif. Didirikan juga museum-museum dan lembaga-lembaga
etnologi. Museum-museum itu diantaranya:
Museum Etnografi ( G.J. Thomson ) di
Kopenhagen.
Museum Etnologi di Hamburg 1850
The Peabody Museum Of Archeolohy and
Ethnology di Harvard 1866
American Etnological society di New
York 1842
Etnological society of London di
Inggris 1843
The Bereau of American Ethnology
tahun 1875
Pada
abad 20 perkembangan penyelidikan etnologi semakin pesat, pusat penelitian
perkembangan etnologi dan antropologi sudah tersebar di Negara-negara Amerika
Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Australia, Eropa Barat, Tengah dan Utara.
Di
Indonesia penelitian perkembangan etnologi atau antropologi social yang
dikerjakan oleh universitas baru dimulai setelah Perang Dunia 2, dengan
berdirinya Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Budaya ( Instituut voor Taal en
Cultuur Onderzoek ) di Universitas Indonesia.
Mengenai
sejarah pikiran-pikiran Antropologi sejak pertengahan abad 19, sejak ilmu ini
berdiri secara otonom dan dipelajari secara khusus.
SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI BUDAYA
FASE
PERTAMA ( Sebelum 1800 )
Sejak akhir abad ke-15, bangsa Eropa
berlomba untuk menjelajahi suku-suka bangsa pribumi Afrika, Asia, dan Amerika.
Setelah melalui proses panjang, kira-kira 4 abad lamanya, pengaruh
Negara-negara Eropa Barat pun mulai menyebar di berbagai belahan dunia.
Sehingga banyak terdapat kumpulan buku yang berupa himpunan besar dari bahan
pengetahuan berupa diskripsi tentang keanekaragaman suku bangsa pribumi Afrika,
Asia, dan Amerika baik dari adapt istiadat, susunan masyarakat, maupun bahasa
dan cirri-ciri fisik. Hal itu menimbulkan ketertarikan bangsa Eropa, karena
semua itu sangat berbeda dengan keadaan bangsa Eropa. Bahan pengetahuan itu
disebut bahan Etnografi, yaitu diskripsi tentang bangsa-bangsa. Sejak abad 18,
kalangan terpelajar Eropa Barat tertarik untukmempelajari bahan-bahan Etnografi
itu. Mereka menganggap bahan Etnografi itu penuh dengan keanehan.
Dalam bangsa Eropa timbul 3 sikap
yang bertentangan terhadap bangsa Asia, Afrika, Oseania dan orang-orang Indian
di Amerika, yaitu :
i. Beberapa
orang Eropa melihat sifat buruk bangsa tersebut . bangsa Eropa menganggap
mereka adalah manusia liar ( savages, primitive )
ii. Beberapa
orang Eropa melihat sifat baik bangsa tersebut . mereka beranggapan masyarakat
bangsa tersebut adalah masyarakat yang masih murni, belum tercemar oleh
keburukan-keburukan seperti halnya masyarakat Eropa saat itu.
iii. Beberapa
orang Eropa tertarik dengan adapt istiadat bangsa-bangsa tersebut, yang mereka
anggap aneh. Mereka mengumpulkan benda-benda kebudayaan bangsa tersebut,
menghimpunnya dan menempatkannya di mudeum, agar bias dilihat orang banyak.
Maka muncullah museum-museum pertama tentang kebudayaan bangsa-bangsa luar
Eropa.
Pada awal abad 19, muncul perhatian
yang sangat besar terhadap etnografi tersebut. Timbul usaha-usaha dari dunia
ilmiah untuk mengintegrasikan himpunan pengetahuan Etnografi menjadi satu.
FASE KEDUA
Pertengahan abad 19, integrasi
muncul. Bahan-bahan Etnografi disusun menjadi sebuah karangan-karangan.
Penyusunan bahan Etnografi tersebut bardasarkan cara berfikir evolusi
masyarakat, yaitu perkembangan masyarakat dan kenudayaan sangatlah lambat. Di
mulai dari tingkat terrendah melalui beberapa proses, yang akhirnya sampai di
tingkat tertinggi. Masyarakat yang masih ada di tingkat rendah dari kebudayaan
manusia zaman dahulu, mereka adalah salah satu contoh masyarakat primitive. Dan
contoh untuk masyarakat yang ada di tingkat tinggi adalah bangsa Eropa sendiri.
Sekitar tahun 1860 muncul karangan
yang mengklasifikasikan aneka kebudayaan di dunia ke dalam tingkat evolusi
tertentu. Maka muncullah ilmu antropologi.
Dengan meneliti bangsa-bangsa di
luar Eropa, dapat menambah pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan
manusia. Antropologi merupakan ilmu yang tidak mempunyai tujuan secara langsung
bersifat praktis dan hanya dilakukan di kalangan sarjana universitas.
Tujuan antropologi pada fase kedua
ini adalah akademis,
yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.
FASE
KETIGA
Dalam fase ketiga ini, olmu
antropologi menjadi ilmu yang praktis, yang bertujuan mampalajari masyarakat
fan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah
kolonial dan guna mendapat pengertian tentang masyarakat masa kini yang
kompleks. Berikut panjalasannya :
Awal abad 20, negara-negara penjajah
di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahannya di luar
Eropa. Dalam hak ini, ilmu antropologi sangat penting karena menyangkut juga
tentang pentingnya dalam mempelajari kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa,
yang masih mempunyai masyarakat yang belum kompleks. Ilmu antropologi
nerkembang di negara-negara pemjajah, terutama Inggris. Bahkan berkembang juga
di negara Amerika Serikat, yang bukan merupakan negara kolonial.
FASE
KEEMPAT
Ilma Antropologi mengalami
perkembangan yang sangat pesat, diantaranya pengetahuan yang jauh lebih teliti
fan metode-metode ilmiahnya yang semakin tajam. Perkembangan ini menyebabkan :
1.
Timbulnya antipati kolonialisme serelah Perang Dunia 2.
2.
sekitar tahun 1930 bangsa primitive mulai hilang dan benar-benar hilang setelah
Perang Dunia 2.
Lapangan penelitian ilmu Antropologi
berhasil berkembang dengan tujuan dan pokok yang baru, dengan berlandaskan
bahan etnologi dan metode ilmiah yang lalu. Pokok tujuan yang baru itu ditinjau
dan diteliti di dalam suatu simposium oleh 60 tokoh ahli antropologi dari
negara-negara di Amerika dan Eropa pada tahun 1951 . penekitian tifak hanya
tertuju pada penduduk pedesaan di luar Eripa, tetapi juga suku bangsa pedesaan
di Eropa, seperti bangsa Irlandis, Flam, Soami, dll. Ilmu Antropologi ada 2
tujuan, yaitu :
1.
Tujuan akademis : mempelajari pengertian manusia beserta bentuk fisik,
masyarakat dan kebudayaannya.
2.
Tujuan praktis : mempelajari manusia dalam berbagai masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
ANTROPOLOGI MASA KINI
Di
Amerika Serikat, ilmu Antropologi telah mengintegrasikan semua bahan dan metode
dari ilmu antropologi dalam fase pertama hingga ketiga, ditambah
spesialisasi-spesilisasi yang dikembangkan untuk mencapai pengertian dasar dari
berbagai bentuk masyarakat dan budaya manusia saat ini. Fase keempat dari ilmu
Antropologi telah dikembangkan juga di berbagai universitas di Amerika.
Di
Inggris dan Australia, sifat ilmu Antropologi berubah, karena sebagai dampak
dari hilangnya daerah-daerah jajahan Inggris. Sarjana antropologi bangsa
Australia mempelajari suku bangsa asli di Papua Nugini dan Kepulauan Melanesia
untuk keperluan pemerintah jajahannya. Metode-metode antropologi yang telah
berkembang di Amerika juga ikut berkembang di Inggris, terbukti dengan penelitian
sarjana antropologi Inggris mengenai dasar masyarakat dan kebudayaan manusia di
daerah jajahan yang sudah merdeka.
Di
Eropa Tengah sifat antropologi fase yang kedua masih dilakukan. Yaitu yang
bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran
kebudayaan manusia. Di Eropa Utara ilmu antropologi bersifat akademikal, yaitu
mempelajari manusia, bentuk fisik serta kebudayaannya. Di Uni Soviet ilmu
antropologi tidak terlalu dikenal karena Uni Soviet seakan-akan mengisolasi
diridari dunia lain pada tahun 1960.
DAFTAR PUSTAKA
Harsojo,
Prof. 1982. Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta
http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar