Rabu, 18 Juli 2018

makalah kuhp


MENGANALISIS SEJARAH SINGKAT KUHP INDONESIA BESERTA STRUKTUR DAN

PERUBAHAN-PERUBAHAN RANCANGAN BARU



DI

S
U
S
U
N





OLEH:
DIDI IRAWAN
15111003





Description: E:\photos\SIMBOL\20150108_074327.jpg






FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH  2017









KATA PENGANTAR



Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Saya berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik. Makalah ini yang berjudul Menganalisis Sejarah Singkat Kuhp Indonesia Beserta Struktur Dan Perubahan-Perubahan Rancangan BaruUntuk lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan pengetahuan kepada kita semua. Makalah ini masih memiliki kekurangan. Tidak ada gading yang takretak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.


Aceh Besar,... April 2017                              DIDI IRAWAN



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.....................................................................................................    i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................    1
A.    LatarBelakang.........................................................................................................    1
B.     RumusanMasalah....................................................................................................    2
C.     Tujuan.....................................................................................................................    2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................    3
A.    Sejarah KUHP........................................................................................................    3
1.      Zaman VOC Tahun 1602-1799........................................................................    3
2.      Zaman Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945.................................................    5
3.      Zaman Hindia Belanda.....................................................................................    6
4.      Zaman Setelah Kemerdekaan...........................................................................    6
B.     Struktur KUHP.......................................................................................................    10
C.     Usaha Pembaharuan Hukum Pidana.......................................................................    10

BAB III PENUTUP..........................................................................................................    14
A.    Kesimpulan.............................................................................................................    14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................    15




BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Membicarakan sejarah hukum pidana tidak akan lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga sampai dengan saat ini. Beberapa kali periode mengalami masa penjajahan dari bangsa asing. Hal ini secara langsung mempengaruhi hukum yang diberlakukan di negara ini, khususnya hukum pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Hukum pidana menurut Van Hammel adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelanggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan tersebut. Mempelajari sejarah hukum akan mengetahui bagaimana suatu hukum hidup dalam masyarakat pada masa periode tertentu dan pada wilayah tertentu. Sejarah hukum punya pegangan penting bagi yuris pemula untuk mengenal budaya dan pranata hukum.
            Hukum Eropa Continental merupakan suatu tatanan hukum yang merupakan perpaduan antara hukum Germania dan hukum yang berasala dari hukum Romawi “Romana Germana”. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak, melainkan juga dalam lintasan kala dan waktu. Secara umum sejarah hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa KUHP 1915 sampai sekarang. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang sejarah hukum pidana di Indonesia akan dibahas dalam bab selanjutnya.


B.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah singkat hukum pidana di Indonesia?
2.      Bagaimana struktur sejarah hukum pidana di Indonesia?
3.      Bagaimana rancangan perubahan hukum pidana baru di Indonesia?

C.   Tujuan
            Mempelajari dan mengetahui sejarah singkat Indonesia mengenai bagaimana jalan dan berlakunya hukuh pidana di Indonesia, bagai sruktur yang ada di dalamnya dan bagaimana rancangan perubahan hukum pidana baru di Indonesia.














BAB II
PEMBAHASAN


A.  Sejarah KUHP
Induk  peraturan hukum pidana positif Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan Koninklijk Belsuit (titah raja) Nomor 33 15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918. WvSNI merupakan turunan dari WvS negeri Belanda yang dibuat pada tahun 1881 dan diberlakukan di negeri Belanda pada 1886. Walaupun WvSNI notabene turunan (copy) dari WvS Belanda, namun pemerintah kolonial pada saat itu menerapkan asas konkordansi (penyesuaian) bagi pemberlakuan WvS di negara jajahan. Beberapa pasal dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas wilayah Indonesia.
Lebih jelasnya lagi di uraikan dalam beberapa masa-masa atau periode-periode, yaitu :
1.     Zaman Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun 1602-1799
Zaman pemberlakuan Hukum Pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC sebenarnya adalah kongsi dagang Belanda yang diberikan “kekuasaaan wilayah” di Nusantara oleh pemerintah Belanda. Hak keistimewaan VOC berbentuk hak Octrooi  Staten General yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Pemberian hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara. Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan-aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi.
Setiap peraturan yang dibuat VOC diumumkan dalam bentuk plakaat, tetapi pengumuman itu tidak tidak disimpan dalam arsip. Sesudah diumumkan, plakaat peraturan itu kemudian dilepas tanpa disimpan sehingga tidak dapat diketahui peraturan mana yang masih berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi. Keadaan demikian menimbulkan keinginan VOC untuk mengumpulkan kembali peraturan-peraturan itu. Kumpulan peraturan-peraturan itu disebut sebagai Statuten van Batavia (Statuta Betawi) yang dibuat pada tahun 1642.
Pada tahun 1766 Statuta Batavia itu dibuat kembali dan dihasilkan Statuta Batavia Baru. Statuta itu berlaku sebagai hukum positif baik bagi orang pribumi maupun bagi orang asing, dengan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan peraturan-peraturan lain. Walaupun statuta tersebut berisi kumpulan peraturan-peraturan, namun belum dapat disebut sebagai kodifikasi hukum karena belum tersusun secara sistematis. Dalam perkembangannya, salah seorang gubernur jenderal VOC, yaitu Pieter Both juga diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi di peradilan-peradilan adat.
Alasan VOC mencampuri urusan peradilan pidana adat ini disebabkan beberapa hal, antara lain:
a.       Sistem pemidanaan yang dikenal dalam Hukum Pidana adat tidak memadai untuk dapat memaksakan kepada penduduknya agar dapat mentaati peraturan-peraturan;
b.      Sistem peradilan pidana adat terkadang tidak mampu menyelesaikan perkara pidana yang terjadi karena perzamanlahan alat bukti; dan
c.       Adanya perbedaan pemahaman mengenai kejahatan dan pelanggaran antara Hukum Pidana adat dengan Hukum Pidana yang dibawa VOC. Sebagai contoh adalah suatu perbuatan yang menurut hukum pidana adat bukanlah dianggap sebagai kejahatan, namun menurut pendapat VOC perbuatan tersebut dianggap kejahatan, sehingga perlu dipidana yang setimpal. Bentuk campur tangan VOC dalam Hukum Pidana adat adalah terbentuknya Pepakem Cirebon yang digunakan para hakim dalam peradilan pidana adat. Pepakem Cirebon itu berisi antara lain mengenai system pemidanaan seperti pemukulan, cap bakar, dirantai, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1750 VOC juga menghimpun dan mengeluarkan Kitab Hukum Muchtaraer yang berisi himpunan Hukum Pidana Islam. Pada tanggal 31 Desember 1799, Vereenigde Oost Indische Compagnie dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan pendudukan wilayah Nusantara digantikan oleh Inggris. Gubernur Jenderal Raflles yang dianggap sebagai gubernur jenderal terbesar dalam sejarah koloni Inggris di Nusantara tidak mengadakan perubahan-perubahan terhadap hukum yang telah berlaku. Dia bahkan dianggap sangat menghormati hukum adat.

2.    Zaman Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945
Pada zaman pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya Hukum Pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942.
Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. Dengan dasar ini maka dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur pemerintahan dan lain-lain, termasuk Hukum Pidananya, masih tetap menggunakan Hukum Pidana Belanda yang didasarkan pada Pasal 131. Psal 163 Indische Staatregeling. Dengan demikian, hukum pidana yangdiberlakukan bagi semua golongan penduduk sama yang ditentukan dalam Pasal 131 Indische Staatregeling, dan golongan-golongan penduduk yang ada dalam Pasal 163 Indische Staatregeling. Untuk melengkapi Hukum Pidana yang telah ada sebelumnya, pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei nomor istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 berisi tentang Hukum Pidana umum dan Hukum Pidana khusus. Sedangkan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur tentang pengadilan di Hindia Belanda.
Pada zaman ini, Indonesia telah mengenal dualisme Hukum Pidanakarena wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian wilayah dengan penguasa militer yang tidak saling membawahi. Wilayah Indonesia timur di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang yang berkedudukan di Makasar, dan wilayah Indonesia barat di bawah kekuasaan Angkatan Darat Jepang yang berkedudukan di Jakarta. Akibatnya, dalam berbagai hal terdapat perbedaan peraturan yang berlaku di masing-masing wilayah.

3.      Zaman Hindia Belanda
Zaman ini dimulai karena adanya perubahan sistem pemerintahan di Negara Belanda, dari monarkhi konstitusi menjadi monarkhi parlementer. Perubahan ini terjadi pada tahun 1848 dengan adanya perubahan dalam Grond Wet ( UUD ) Belanda. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan kekuasaan raja.
Maka dengan begitu kekuasaan Raja Belanda terhadap daerah jajahan di Indonesia berkurang. Peraturan-peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata di tetapkan raja dengan Koninklijk Besluit, namun harus melalui mekanisme perundang-undangan ditingkat parlemen.
Indische staatregeling ( IS ) adalah pembaharuan dari RR yang mulai berlaku sejak 1 januari 1926 dengan diundangkannya melalui staatblad Nomor 415 tahun 1925. Pada zaman ini, sistem hukum di Indonesia semakin jelas khususnya dalam pasal 131 Jo. Pasal 163 IS yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang berlaku. Dengan dasar ini maka hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk Indonesia. Pasal 131 Jo. Pasal 163 IS ini mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda semenjak di berlakukan 1 januari 1918.



4.      Zaman Setelah Kemerdekaan
Zaman pemberlakuan hukum pidana di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibagi menjadi 4 zaman sebagaimana sejarah dalam tata hukum Indonesia yang didasarkan pada berlakunya empat konstitusi Indonesia yaitupertama zaman pasca kemerdekaan dengan konstitusi UUD 1945 kedua zaman setelah Indonesia menggunakan konstitusi negara serikat ( konstitusi RIS ) ketiga zaman Indonesia menggunakan konstitusi sementara (UUDS 1950 ) dan keempatzaman Indonesia kembali kepada UUD 1945.
Membicarakan sejarah hukum pidana tidak akan lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga sampai dengan saat ini. Beberapa kali periode mengalami zaman penjajahan dari bangsa asing. Hal ini secara langsung mempengaruhi hukum yang diberlakukan di Negara ini, khususnya hukum pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Induk peraturan hukum pidana positif Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ). KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie ( WvSNI ) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan Koninklijk Besluit ( Titah Raja ) Nomor 33 15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918. WvSNI adalah keturunan dari WvS Negeri Belanda yang dibuat pada tahun 1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. walaupun WvSNI merupakan turunan ( copy ) dari WvS Belanda, namun pemerintah kolonial pada saat itu memberlakukan asas Konkordasi ( penyesuaian ) bagi pemberlakuan WvS di negara jajahannya. Beberapa pasal di hapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas wilayah Indonesia.
Jika dirunut lebih ke belakang, pertama kali negara Belanda membuat perundang-undangan hukum pidana sejak tahun 1795 dan disahkan pada tahun 1809. Kodifikasi hukum pidana nasional pertama ini disebut dengan Crimineel Wetboek voor Het Koniklijk Holland. Namun baru dua tahun berlaku, pada tahun 1811 Prancis menjajah Belanda dan memberlakukanCode Penal ( kodifikasi hukum pidana ) yang dibuat tahun 1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa Prancis. Pada tahun 1813, Prancis meninggalkan Negara Belanda. Namun demikian, Negara Belanda masih mempertahankan Code Penal itu sampai tahun 1886. Pada tahun 1886, mulai di berlakukan Wetboek van Strafrecht sebagai pengganti Code PenalNapoleon.
Setelah perginya Prancis pada tahun 1813, Belanda melakukan usaha pembaharuan hukum pidananya ( code penal )selama kurang lebih 68 tahun ( sampai tahun 1881 ). Selama  usaha pembaharuan hukum pidana itu, Code Penalmengalami beberapa perubahan terutama pada ancaman pidananya. Pidana penyikasaan dan pidana cap bakar yang ada dalam Code Penal ditiadakan dan diganti dengan pidana yang lebih lunak. Pada tahun 1881, Belanda mengesahkan hukum pidananya yang baru dengan nama Wetboek van Strafrecht sebagai penganti Code Penal Napoleon dan mulai diberlakuakan lima tahun kemudian, yaitu pada tahun 1886.
Sebelum Negara Belanda mengesahkan Wetboek van Strafrecht sebagai pengganti Code Penal Napoleon pada tahun 1886, diwilayah Hindia Belanda sendiri ternyata pernah diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Europeanen ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa ) dengan Staatblad tahun 1866 Nomor 55 dan dinyatakan berlaku sejak 1 januari 1867. Bagi masyarakat bukan Eropa diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Inlender ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pribumi ) dengan Staatblad tahun 1872 Nomor 85 dan dinyatakan berlaku sejak 1 januari 1873.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pada zaman itu terdapat juga dualisme hukum pidana, yaitu hukum pidana bagi golongan Eropa dan hukum pidana bagi golongan non-Eropa. Kenyataan ini dirasakan Idenburg ( Minister van Kolonien )sebagai perzamanlahan yang harus dihapuskan. Oleh karena itu, setelah dua tahun berusaha pada tahun 1915 keluarlahKoninlijk Besluit ( Titah Raja ) Nomor 33 15 Oktober 1915 yang mengesahkan Wetboek van Strafrech voor Nederlandsch Indie dan berlaku tiga tahun kemudian yaitu mulai 1 januari 1918.
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945 ,untuk mengisi kekosongan hukum pidana  yang diberlakukan di Indonesia maka dengan dasar Pasal II aturan peralihan UUD 1945, WvSNI tetap diberlakukan. Pemberlakuan WvSNI menjadi hukum pidana Indonesia ini menggunakan Undang-undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia. Dalam pasal VI Undang-undang No 1 Tahun 1946 disebutkan bahwa nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Strafrecht dan dapat disebut “Kitab Undang-undang Hukum Pidana”. Disamping itu, undang-undang ini juga tidak memberlakukan kembali peraturan-peraturan pidana yang dikeluarkan sejak tanggal 8 Maret 1942,baik yang dikeluarkan oleh pemerintah jepang maupun oleh panglima tertinggi Balantentara Hindia Belanda.
Oleh karena perjuangan Bangsa Indonesia belum selesai pada Tahun 1946 dan muncullah dualisme KUHP setelah tahun tersebut maka pada tahun 1958 dikeluarkan Undang-undang No 73 Tahun 1958 yang memberlakukan Undang-undang No 1 Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dengan gambaran sejarah demikian, runtutan sejarah terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dapat diilustrasikan dalam bagan berikut :
Tahun
Peristiwa
Selisih waktu
1810
CodePenal diberlakukan di Prancis
1 tahun
1811
CodePenal diberlakukandi Belanda
56 tahun
1867
Wetboek van Strafrecht voor Europeanen berlaku di Hindia-Belanda
6 tahun
1873
Wetboek van Strafrecht voorInlander berlaku di Hindia-Belanda
8 tahun
1881
Wetboek van Strafrecht disahkan di Belanda
5 tahun
1886
Wetboek van Strafrecht diberlakukan di Belanda
29 tahun
1915
Wetboekvan Strafrecht Nedherlands Indie disahkan untuk Hindia Belanda
3 tahun
1918
Wetboek van Strafrecht Nedherlands Indie deberlakukan di Hindia Belanda
28 taun
1946
Wetboek van Strafrecht Nedherlands Indie disebut sebagai KUHP Indonesai
Total selisih wak-tu 136 tahun

B.  Struktur KUHP
Sistematika KUHP (WvS) terdiri dari 3 buku dan 569 pasal. Perinciannya adalah sebagai berikut :
1.      Buku Kesatu tentang Aturan Umum yang terdiri dari 9 bab 103 pasal (Pasal 1-103).
2.      Buku Kedua tentang Kejahatan yang terdiri dari 31 bab 385 pasal (Pasal 104-488).
3.      Buku Ketiga tentang Pelanggaran yang terdiri dari 9 bab 81 pasal (Pasal 489-569).
Aturan Umum yang disebut dalam Buku Pertama Bab I sampai Bab VIII berlaku bagi Buku Kedua (Kejahatan), Buku Ketiga (Pelanggaran), dan aturan hukum pidana di luar KUHP kecuali aturan di luar KUHP tersebut menentukan lain.

C.  Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya melakukan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi) hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penggalian nilai-nilai yang ada dalam bangsa Indonesia dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia harus dilakukan agar hukum pidana Indonesia masa depan sesuai dengan sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pada pelaksanaannya, penggalian nilai ini bersumber pada hukum adat, hukum pidana positif (KUHP), hukum agama, hukum pidana negara lain, serta kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai materi hukum pidana.
Adapun alasan-alasan yang mendasari perlunya pembaharuan hukum pidana nasional pernah diungkapkan oleh Sudarto, yaitu:
1.      Alasan yang bersifat politik
Adalah wajar bahwa negara Republik Indonesia yang merdeka memiliki KUHP yang bersifat nasional, yang dihasilkan sendiri. Ini merupakan kebanggaan nasional yang inherent dengan kedudukan sebagai negara yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Oleh karena itu, tugas dari pembentuk undang-undang adalah menasionalkan semua peraturan perundang-undangan warisan kolonial, dan ini harus didasarkan kepada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2.      Alasan yang bersifat sosiologis
Suatu KUHP pada dasarnya adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa, karena ia memuat perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki dan mengikatkan pada perbuatan-perbuatan itu suatu sanksi yang bersifat negatif berupa pidana. Ukuran untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang itu tentunya bergantung pada pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik, yang benar dan sebaliknya.
3.      Alasan yang bersifat praktis
Teks resmi WvS adalah berbahasa Belanda meskipun menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 dapat disebut secara resmi sebagai KUHP. Dapat diperhatikan bahwa jumlah penegak hukum yang memahami bahasa asing semakin sedikit. Di lain pihak, terdapat berbagai ragam terjemahan KUHP yang beredar. Sehingga dapat dimungkinkan akan terjadi penafsiran yang menyimpang dari teks aslinya yang disebabkan karena terjemahan yang kurang tepat.
Pembaharuan KUHP secara parsial/tambal sulam yang pernah dilakukan Indonesia adalah dengan beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu :
1.      UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (merubah nama WvSNI menjadi WvS/KUHP, perubahan beberapa pasal dan krimininalisasi delik pemalsuan uang dan kabar bohong).
2.      UU Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan (menambah jenis pidana pokok berupa pidana tutupan).
3.      UU Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada Dokter dan Dokter Gigi (menambah kejahatan praktek dokter).
4.      UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUH Pidana (menambah kejahatan terhadap bendera RI).
5.      UU Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP (memperberat ancaman pidana Pasal 359, 360, dan memperingan ancaman pidana Pasal 188). 
6.      UU Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP (merubah vijf en twintig gulden dalam beberapa pasal menjadi dua ratus limapuluh rupiah).
7.      UU Nomor 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam KUHP dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945 (hukuman denda dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali). 
8.      UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama (penambahan Pasal 156a).
9.      UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian (memperberat ancaman pidana bagi perjudian (Pasal 303 ayat (1) dan Pasal 542) dan memasukkannya Pasal 542 menjadi jenis kejahatan (Pasal 303 bis)).
10.  UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam KUHP Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (memperluas ketentuan berlakunya hukum pidana menurut tempat (Pasal 3 dan 4), penambahan Pasal 95a, 95b, dan 95c serta menambah Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan).
11.  UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara (menambah kejahatan terhadap keamanan negara Pasal 107 a-f).
Sedangkan usaha pembaharuan KUHP secara menyeluruh/total dimulai dengan adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal 11-16 Maret 1963 di Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum pidana nasional secepat mungkin diselesaikan. Kemudian pada tahun 1964 dikeluarkan Konsep KUHP pertama kali, diikuti dengan Konsep KUHP 1968, 1971/1972, Konsep Basaroedin (Konsep BAS) 1977, Konsep 1979, Konsep 1982/1983, Konsep 1984/1985, Konsep 1986/1987, Konsep 1987/1988, Konsep 1989/1990, Konsep 1991/1992 yang direvisi sampai 1997/1998. Terakhir kali Konsep/Rancangan KUHP dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI pada tahun 1999/2000. Rancangan KUHP 1999/2000 ini telah masuk di DPR RI untuk dibahas dan disahkan.
Selanjutnya, mengkaji Rancangan KUHP secara total dan komprehensif jelas membutuhkan waktu dan tenaga pemikiran yang ekstra keras. Dilihat dari segi pembuatannya saja, para pakar hukum di Indonesia telah membuat Rancangan KUHP sebanyak 12 kali (termasuk revisinya) selama 39 tahun (sejak tahun 1964 s.d. 2000). Pasal-pasal dalam konsep terakhir tahun 2000 juga membengkak menjadi 647 pasal. Sedangkan KUHP sekarang (WvS) “hanya” berjumlah 569  pasal.











BAB III
PENUTUP


A.  KESIMPULAN
Secara umum sejarah hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan dan masa KUHP 1915 sampai sekarang. Yang pertama, pada masa kerajaan Nusantara banyak kerajaan yang sudah mempunyai perangkat aturan hukum. Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di setiap daerah berlaku aturan hukum pidana yang berbeda-beda. Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai peranan dalam pembentukan hukum pidana di masa itu.
Yang kedua, ada beberapa buku yang mengatur tentang hukum pidana (KUHP), Aturan Umum yang disebut dalam Buku Pertama Bab I sampai Bab VIII berlaku bagi Buku Kedua (Kejahatan), Buku Ketiga (Pelanggaran), dan aturan hukum pidana di luar KUHP kecuali aturan di luar KUHP tersebut menentukan lain.
Yang ketiga, pada masa penjajahan perkembangan pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan tertulis. Dan yang ketiga yaitu pada masa KUHP 1915 sampai sekarang, pada masa ini dibentuklah KUHP yang berlaku bagi semua golongan. KUHP tersebut menjadi sumber hukum pidana sampai dengan saat ini.








DAFTAR PUSTAKA


Buku:

Aruan Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana,Yogyakarta: Liberty, 1988.

Artikel:





http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/sejarah-singkat-kuhp-struktur-kuhp-dan.html#ixzz4du6duxC0


1 komentar:

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR DI S U S U N OLEH: DIDI IRAWAN ...