MENGANALISIS SEJARAH SINGKAT KUHP INDONESIA BESERTA
STRUKTUR DAN
PERUBAHAN-PERUBAHAN RANCANGAN BARU
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
DIDI IRAWAN
15111003

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ABULYATAMA
ACEH 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Saya
berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.
Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar
lebih baik. Makalah ini yang berjudul “Menganalisis Sejarah Singkat Kuhp Indonesia Beserta
Struktur Dan Perubahan-Perubahan Rancangan Baru” Untuk
lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa
memberikan pengetahuan kepada kita semua. Makalah ini masih memiliki
kekurangan. Tidak ada gading yang takretak. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.
Aceh
Besar,... April
2017 DIDI IRAWAN
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. LatarBelakang......................................................................................................... 1
B.
RumusanMasalah.................................................................................................... 2
C.
Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
A.
Sejarah KUHP........................................................................................................ 3
1.
Zaman VOC
Tahun 1602-1799........................................................................ 3
2.
Zaman
Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945................................................. 5
3.
Zaman Hindia
Belanda..................................................................................... 6
4.
Zaman Setelah
Kemerdekaan........................................................................... 6
B.
Struktur KUHP....................................................................................................... 10
C.
Usaha
Pembaharuan Hukum Pidana....................................................................... 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 14
A.
Kesimpulan............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan sejarah hukum pidana
tidak akan lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami
perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga sampai dengan saat ini. Beberapa
kali periode mengalami masa penjajahan dari bangsa asing. Hal ini secara
langsung mempengaruhi hukum yang diberlakukan di negara ini, khususnya hukum
pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting
dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar
munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial
yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Hukum pidana menurut Van Hammel
adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam
menyelanggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan
tersebut. Mempelajari sejarah hukum akan mengetahui bagaimana suatu hukum hidup
dalam masyarakat pada masa periode tertentu dan pada wilayah tertentu. Sejarah
hukum punya pegangan penting bagi yuris pemula untuk mengenal budaya dan
pranata hukum.
Hukum Eropa Continental merupakan suatu tatanan hukum yang merupakan perpaduan
antara hukum Germania dan hukum yang berasala dari hukum Romawi “Romana
Germana”. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak, melainkan juga dalam
lintasan kala dan waktu. Secara umum sejarah hukum pidana di Indonesia dibagi
menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara, masa Penjajahan
dan masa KUHP 1915 sampai sekarang. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang
sejarah hukum pidana di Indonesia akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah singkat hukum
pidana di Indonesia?
2.
Bagaimana
struktur sejarah hukum pidana di Indonesia?
3.
Bagaimana
rancangan
perubahan hukum
pidana baru di
Indonesia?
C. Tujuan
Mempelajari
dan mengetahui sejarah singkat Indonesia mengenai bagaimana jalan dan
berlakunya hukuh pidana di Indonesia, bagai sruktur yang ada di dalamnya dan
bagaimana rancangan perubahan hukum pidana baru di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
KUHP
Induk peraturan hukum pidana positif Indonesia adalah
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch
Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan Koninklijk Belsuit (titah raja) Nomor 33
15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918. WvSNI merupakan turunan dari WvS negeri Belanda yang dibuat pada
tahun 1881 dan diberlakukan di negeri Belanda pada 1886. Walaupun WvSNI notabene turunan (copy) dari WvS Belanda, namun pemerintah kolonial
pada saat itu menerapkan asas konkordansi (penyesuaian) bagi pemberlakuan WvS di negara jajahan. Beberapa pasal
dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas
wilayah Indonesia.
Lebih jelasnya
lagi di uraikan dalam beberapa masa-masa atau periode-periode, yaitu :
1. Zaman
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun 1602-1799
Zaman pemberlakuan Hukum Pidana
Barat dimulai setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu
ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC sebenarnya adalah kongsi dagang
Belanda yang diberikan “kekuasaaan wilayah” di Nusantara oleh pemerintah
Belanda. Hak keistimewaan VOC berbentuk hak Octrooi Staten General yang
meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan
perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Pemberian
hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di
kepulauan Nusantara. Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC
memaksakan aturan-aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang
pribumi.
Setiap peraturan yang dibuat VOC
diumumkan dalam bentuk plakaat, tetapi pengumuman itu tidak tidak disimpan dalam
arsip. Sesudah diumumkan, plakaat peraturan itu kemudian dilepas tanpa disimpan
sehingga tidak dapat diketahui peraturan mana yang masih berlaku dan yang sudah
tidak berlaku lagi. Keadaan demikian menimbulkan keinginan VOC untuk
mengumpulkan kembali peraturan-peraturan itu. Kumpulan peraturan-peraturan itu
disebut sebagai Statuten van Batavia (Statuta Betawi) yang dibuat pada tahun
1642.
Pada tahun 1766 Statuta Batavia itu
dibuat kembali dan dihasilkan Statuta Batavia Baru. Statuta itu berlaku sebagai
hukum positif baik bagi orang pribumi maupun bagi orang asing, dengan mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan peraturan-peraturan lain. Walaupun statuta
tersebut berisi kumpulan peraturan-peraturan, namun belum dapat disebut sebagai
kodifikasi hukum karena belum tersusun secara sistematis. Dalam
perkembangannya, salah seorang gubernur jenderal VOC, yaitu Pieter Both juga
diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi di
peradilan-peradilan adat.
Alasan VOC mencampuri urusan
peradilan pidana adat ini disebabkan beberapa hal, antara lain:
a. Sistem pemidanaan yang dikenal dalam
Hukum Pidana adat tidak memadai untuk dapat memaksakan kepada penduduknya agar dapat mentaati
peraturan-peraturan;
b. Sistem peradilan pidana adat
terkadang tidak mampu menyelesaikan perkara pidana yang terjadi karena
perzamanlahan alat bukti; dan
c. Adanya perbedaan pemahaman mengenai
kejahatan dan pelanggaran antara Hukum Pidana adat dengan Hukum Pidana yang
dibawa VOC. Sebagai contoh adalah suatu perbuatan yang menurut hukum pidana
adat bukanlah dianggap sebagai kejahatan, namun menurut pendapat VOC perbuatan
tersebut dianggap kejahatan, sehingga perlu dipidana yang setimpal. Bentuk
campur tangan VOC dalam Hukum Pidana adat adalah terbentuknya Pepakem Cirebon
yang digunakan para hakim dalam peradilan pidana adat. Pepakem Cirebon itu
berisi antara lain mengenai system pemidanaan seperti pemukulan, cap bakar,
dirantai, dan lain sebagainya.
Pada tahun
1750 VOC juga menghimpun dan mengeluarkan Kitab Hukum Muchtaraer yang berisi
himpunan Hukum Pidana Islam. Pada tanggal 31 Desember 1799, Vereenigde Oost Indische
Compagnie dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan pendudukan wilayah Nusantara
digantikan oleh Inggris. Gubernur Jenderal Raflles yang dianggap sebagai
gubernur jenderal terbesar dalam sejarah koloni Inggris di Nusantara tidak
mengadakan perubahan-perubahan terhadap hukum yang telah berlaku. Dia bahkan
dianggap sangat menghormati hukum adat.
2. Zaman Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945
Pada zaman pendudukan Jepang selama
3,5 tahun, pada hakekatnya Hukum Pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai
Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun
Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang
mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942.
Pasal 3 undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu,
asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. Dengan dasar ini maka
dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur pemerintahan dan lain-lain, termasuk
Hukum Pidananya, masih tetap menggunakan Hukum Pidana Belanda yang didasarkan
pada Pasal 131. Psal 163 Indische Staatregeling. Dengan demikian, hukum pidana
yangdiberlakukan bagi semua golongan penduduk sama yang ditentukan dalam Pasal
131 Indische Staatregeling, dan golongan-golongan penduduk yang ada dalam Pasal
163 Indische Staatregeling. Untuk melengkapi Hukum Pidana yang telah ada
sebelumnya, pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei
nomor istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei Nomor 14
Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei Nomor 25
Tahun 1944 berisi tentang Hukum Pidana umum dan Hukum Pidana khusus. Sedangkan
Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur tentang pengadilan di Hindia Belanda.
Pada zaman ini, Indonesia telah
mengenal dualisme Hukum Pidanakarena wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi dua
bagian wilayah dengan penguasa militer yang tidak saling membawahi. Wilayah
Indonesia timur di bawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang yang berkedudukan di
Makasar, dan wilayah Indonesia barat di bawah kekuasaan Angkatan Darat Jepang
yang berkedudukan di Jakarta. Akibatnya, dalam berbagai hal terdapat perbedaan
peraturan yang berlaku di masing-masing wilayah.
3. Zaman Hindia Belanda
Zaman ini dimulai karena adanya
perubahan sistem pemerintahan di Negara Belanda, dari monarkhi konstitusi
menjadi monarkhi parlementer. Perubahan ini terjadi pada tahun 1848 dengan
adanya perubahan dalam Grond Wet ( UUD ) Belanda. Perubahan ini mengakibatkan
terjadinya pengurangan kekuasaan raja.
Maka dengan begitu kekuasaan Raja
Belanda terhadap daerah jajahan di Indonesia berkurang. Peraturan-peraturan
yang menata daerah jajahan tidak semata-mata di tetapkan raja dengan Koninklijk
Besluit, namun harus melalui mekanisme perundang-undangan ditingkat
parlemen.
Indische staatregeling ( IS ) adalah
pembaharuan dari RR yang mulai berlaku sejak 1 januari 1926 dengan
diundangkannya melalui staatblad Nomor 415 tahun 1925. Pada zaman ini, sistem
hukum di Indonesia semakin jelas khususnya dalam pasal 131 Jo. Pasal 163 IS
yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang
berlaku. Dengan dasar ini maka hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht voor
Netherlands Indie) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk Indonesia. Pasal
131 Jo. Pasal 163 IS ini mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda semenjak
di berlakukan 1 januari 1918.
4. Zaman Setelah Kemerdekaan
Zaman pemberlakuan hukum pidana di
Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibagi menjadi 4
zaman sebagaimana sejarah dalam tata hukum Indonesia yang didasarkan pada
berlakunya empat konstitusi Indonesia yaitupertama zaman pasca
kemerdekaan dengan konstitusi UUD 1945 kedua zaman setelah
Indonesia menggunakan konstitusi negara serikat ( konstitusi RIS ) ketiga zaman
Indonesia menggunakan konstitusi sementara (UUDS 1950 ) dan keempatzaman
Indonesia kembali kepada UUD 1945.
Membicarakan sejarah hukum pidana
tidak akan lepas dari sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami
perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga sampai dengan saat ini. Beberapa
kali periode mengalami zaman penjajahan dari bangsa asing. Hal ini secara
langsung mempengaruhi hukum yang diberlakukan di Negara ini, khususnya hukum
pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai peranan penting
dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana mengatur agar
munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata sosial
yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Induk peraturan hukum pidana positif
Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ). KUHP ini mempunyai
nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (
WvSNI ) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan Koninklijk
Besluit ( Titah Raja ) Nomor 33 15 Oktober 1915 dan mulai diberlakukan
sejak tanggal 1 Januari 1918. WvSNI adalah keturunan dari WvS Negeri Belanda
yang dibuat pada tahun 1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886.
walaupun WvSNI merupakan turunan ( copy ) dari WvS Belanda, namun pemerintah
kolonial pada saat itu memberlakukan asas Konkordasi (
penyesuaian ) bagi pemberlakuan WvS di negara jajahannya. Beberapa pasal di
hapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas
wilayah Indonesia.
Jika dirunut lebih ke belakang,
pertama kali negara Belanda membuat perundang-undangan hukum pidana sejak tahun
1795 dan disahkan pada tahun 1809. Kodifikasi hukum pidana nasional pertama ini
disebut dengan Crimineel Wetboek voor Het Koniklijk Holland.
Namun baru dua tahun berlaku, pada tahun 1811 Prancis menjajah Belanda dan
memberlakukanCode Penal ( kodifikasi hukum pidana ) yang dibuat
tahun 1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa Prancis. Pada tahun 1813,
Prancis meninggalkan Negara Belanda. Namun demikian, Negara Belanda masih
mempertahankan Code Penal itu sampai tahun 1886. Pada tahun 1886, mulai di
berlakukan Wetboek van Strafrecht sebagai pengganti Code
PenalNapoleon.
Setelah perginya Prancis pada tahun
1813, Belanda melakukan usaha pembaharuan hukum pidananya ( code penal
)selama kurang lebih 68 tahun ( sampai tahun 1881 ). Selama usaha
pembaharuan hukum pidana itu, Code Penalmengalami beberapa
perubahan terutama pada ancaman pidananya. Pidana penyikasaan dan pidana cap
bakar yang ada dalam Code Penal ditiadakan dan diganti dengan
pidana yang lebih lunak. Pada tahun 1881, Belanda mengesahkan hukum pidananya
yang baru dengan nama Wetboek van Strafrecht sebagai
penganti Code Penal Napoleon dan mulai diberlakuakan lima
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1886.
Sebelum Negara Belanda
mengesahkan Wetboek van Strafrecht sebagai pengganti Code
Penal Napoleon pada tahun 1886, diwilayah Hindia Belanda sendiri
ternyata pernah diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa ) dengan Staatblad tahun 1866 Nomor 55
dan dinyatakan berlaku sejak 1 januari 1867. Bagi masyarakat bukan Eropa
diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Inlender ( Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Pribumi ) dengan Staatblad tahun 1872 Nomor 85 dan
dinyatakan berlaku sejak 1 januari 1873.
Dengan demikian, dapat dinyatakan
bahwa pada zaman itu terdapat juga dualisme hukum pidana, yaitu hukum pidana
bagi golongan Eropa dan hukum pidana bagi golongan non-Eropa. Kenyataan ini
dirasakan Idenburg ( Minister van Kolonien )sebagai
perzamanlahan yang harus dihapuskan. Oleh karena itu, setelah dua tahun
berusaha pada tahun 1915 keluarlahKoninlijk Besluit ( Titah Raja )
Nomor 33 15 Oktober 1915 yang mengesahkan Wetboek van Strafrech voor
Nederlandsch Indie dan berlaku tiga tahun kemudian yaitu mulai 1
januari 1918.
Setelah Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada tahun 1945 ,untuk mengisi kekosongan hukum pidana
yang diberlakukan di Indonesia maka dengan dasar Pasal II aturan peralihan UUD
1945, WvSNI tetap diberlakukan. Pemberlakuan WvSNI menjadi hukum pidana
Indonesia ini menggunakan Undang-undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana Indonesia. Dalam pasal VI Undang-undang No 1 Tahun 1946 disebutkan bahwa
nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie diubah
menjadi Wetboek van Strafrecht dan dapat disebut “Kitab
Undang-undang Hukum Pidana”. Disamping itu, undang-undang ini juga tidak memberlakukan
kembali peraturan-peraturan pidana yang dikeluarkan sejak tanggal 8 Maret
1942,baik yang dikeluarkan oleh pemerintah jepang maupun oleh panglima
tertinggi Balantentara Hindia Belanda.
Oleh karena perjuangan Bangsa
Indonesia belum selesai pada Tahun 1946 dan muncullah dualisme KUHP setelah
tahun tersebut maka pada tahun 1958 dikeluarkan Undang-undang No 73 Tahun 1958
yang memberlakukan Undang-undang No 1 Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Republik
Indonesia.
Dengan gambaran sejarah demikian,
runtutan sejarah terbentuknya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dapat
diilustrasikan dalam bagan berikut :
Tahun
|
Peristiwa
|
Selisih
waktu
|
1810
|
CodePenal diberlakukan di Prancis
|
1
tahun
|
1811
|
CodePenal diberlakukandi Belanda
|
56
tahun
|
1867
|
Wetboek
van Strafrecht voor Europeanen berlaku di Hindia-Belanda
|
6
tahun
|
1873
|
Wetboek van Strafrecht voorInlander berlaku di Hindia-Belanda
|
8
tahun
|
1881
|
Wetboek
van Strafrecht disahkan
di Belanda
|
5
tahun
|
1886
|
Wetboek
van Strafrecht diberlakukan
di Belanda
|
29
tahun
|
1915
|
Wetboekvan
Strafrecht Nedherlands Indie disahkan untuk Hindia Belanda
|
3
tahun
|
1918
|
Wetboek
van Strafrecht Nedherlands Indie deberlakukan di Hindia Belanda
|
28
taun
|
1946
|
Wetboek
van Strafrecht Nedherlands Indie disebut sebagai KUHP Indonesai
|
Total selisih wak-tu
136 tahun
|
B. Struktur KUHP
Sistematika KUHP (WvS) terdiri dari 3 buku dan 569 pasal.
Perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Buku Kesatu tentang Aturan Umum yang
terdiri dari 9 bab 103 pasal (Pasal 1-103).
2. Buku Kedua tentang Kejahatan yang
terdiri dari 31 bab 385 pasal (Pasal 104-488).
3. Buku Ketiga tentang Pelanggaran yang
terdiri dari 9 bab 81 pasal (Pasal 489-569).
Aturan
Umum yang disebut dalam Buku Pertama Bab I sampai Bab VIII berlaku bagi Buku
Kedua (Kejahatan), Buku Ketiga (Pelanggaran), dan aturan hukum pidana di luar
KUHP kecuali aturan di luar KUHP tersebut menentukan lain.
C. Usaha Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia
Menurut
Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan suatu
upaya melakukan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi)
hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik,
sosio-filosofik, dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, penggalian nilai-nilai yang ada dalam bangsa Indonesia dalam usaha
pembaharuan hukum pidana Indonesia harus dilakukan agar hukum pidana Indonesia
masa depan sesuai dengan sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilai-nilai
sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pada pelaksanaannya, penggalian nilai ini
bersumber pada hukum adat, hukum pidana positif (KUHP), hukum agama, hukum
pidana negara lain, serta kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai materi
hukum pidana.
Adapun
alasan-alasan yang mendasari perlunya pembaharuan hukum pidana nasional pernah
diungkapkan oleh Sudarto, yaitu:
1. Alasan yang bersifat politik
Adalah wajar bahwa negara Republik
Indonesia yang merdeka memiliki KUHP yang bersifat nasional, yang dihasilkan
sendiri. Ini merupakan kebanggaan nasional yang inherent dengan
kedudukan sebagai negara yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Oleh
karena itu, tugas dari pembentuk undang-undang adalah menasionalkan semua
peraturan perundang-undangan warisan kolonial, dan ini harus didasarkan kepada
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Alasan yang bersifat sosiologis
Suatu KUHP pada dasarnya adalah
pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa, karena ia memuat
perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki dan mengikatkan pada
perbuatan-perbuatan itu suatu sanksi yang bersifat negatif berupa pidana.
Ukuran untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang itu tentunya bergantung
pada pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik,
yang benar dan sebaliknya.
3. Alasan yang bersifat praktis
Teks
resmi WvS adalah berbahasa Belanda meskipun menurut Undang-undang Nomor
1 Tahun 1946 dapat disebut secara resmi sebagai KUHP. Dapat diperhatikan bahwa
jumlah penegak hukum yang memahami bahasa asing semakin sedikit. Di lain pihak,
terdapat berbagai ragam terjemahan KUHP yang beredar. Sehingga dapat
dimungkinkan akan terjadi penafsiran yang menyimpang dari teks aslinya yang
disebabkan karena terjemahan yang kurang tepat.
Pembaharuan KUHP secara parsial/tambal sulam yang pernah
dilakukan Indonesia adalah dengan beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu
:
1.
UU
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (merubah nama WvSNI menjadi
WvS/KUHP, perubahan beberapa pasal dan krimininalisasi delik pemalsuan uang dan
kabar bohong).
2.
UU
Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan (menambah jenis pidana pokok berupa
pidana tutupan).
3.
UU
Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada Dokter dan
Dokter Gigi (menambah kejahatan praktek dokter).
4.
UU
Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUH Pidana
(menambah kejahatan terhadap bendera RI).
5.
UU
Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP (memperberat ancaman pidana Pasal
359, 360, dan memperingan ancaman pidana Pasal 188).
6.
UU
Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP (merubah vijf
en twintig gulden dalam beberapa pasal menjadi dua ratus limapuluh rupiah).
7.
UU
Nomor 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam KUHP dan
dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17
Agustus 1945 (hukuman denda dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatkan lima
belas kali).
8.
UU
Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama
(penambahan Pasal 156a).
9.
UU
Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian (memperberat ancaman pidana
bagi perjudian (Pasal 303 ayat (1) dan Pasal 542) dan memasukkannya Pasal 542
menjadi jenis kejahatan (Pasal 303 bis)).
10. UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang
Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam KUHP Bertalian dengan Perluasan
Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan
Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (memperluas ketentuan
berlakunya hukum pidana menurut tempat (Pasal 3 dan 4), penambahan Pasal 95a,
95b, dan 95c serta menambah Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan).
11. UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Kejahatan terhadap Keamanan Negara (menambah kejahatan terhadap keamanan negara
Pasal 107 a-f).
Sedangkan
usaha pembaharuan KUHP secara menyeluruh/total dimulai dengan adanya
rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal 11-16 Maret 1963 di
Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi hukum pidana nasional secepat
mungkin diselesaikan. Kemudian pada tahun 1964 dikeluarkan Konsep KUHP pertama
kali, diikuti dengan Konsep KUHP 1968, 1971/1972, Konsep Basaroedin (Konsep
BAS) 1977, Konsep 1979, Konsep 1982/1983, Konsep 1984/1985, Konsep 1986/1987,
Konsep 1987/1988, Konsep 1989/1990, Konsep 1991/1992 yang direvisi sampai
1997/1998. Terakhir kali Konsep/Rancangan KUHP dikeluarkan oleh Departemen
Hukum dan Perundang-undangan RI pada tahun 1999/2000. Rancangan KUHP 1999/2000
ini telah masuk di DPR RI untuk dibahas dan disahkan.
Selanjutnya,
mengkaji Rancangan KUHP secara total dan komprehensif jelas membutuhkan waktu
dan tenaga pemikiran yang ekstra keras. Dilihat dari segi pembuatannya saja,
para pakar hukum di Indonesia telah membuat Rancangan KUHP sebanyak 12 kali
(termasuk revisinya) selama 39 tahun (sejak tahun 1964 s.d. 2000). Pasal-pasal
dalam konsep terakhir tahun 2000 juga membengkak menjadi 647 pasal. Sedangkan
KUHP sekarang (WvS) “hanya” berjumlah 569 pasal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara umum sejarah hukum pidana di
Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yaitu pada masa kerajaan Nusantara,
masa Penjajahan dan masa KUHP 1915 sampai sekarang. Yang pertama, pada masa
kerajaan Nusantara banyak kerajaan yang sudah mempunyai perangkat aturan hukum.
Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di setiap daerah
berlaku aturan hukum pidana yang berbeda-beda. Hukum pidana pada periode ini
banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai
peranan dalam pembentukan hukum pidana di masa itu.
Yang kedua, ada
beberapa buku yang mengatur tentang hukum pidana (KUHP), Aturan Umum yang disebut dalam Buku
Pertama Bab I sampai Bab VIII berlaku bagi Buku Kedua (Kejahatan), Buku Ketiga
(Pelanggaran), dan aturan hukum pidana di luar KUHP kecuali aturan di luar KUHP
tersebut menentukan lain.
Yang ketiga, pada masa penjajahan perkembangan
pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat
yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan
peraturan-peraturan tertulis. Dan yang ketiga yaitu pada masa KUHP 1915 sampai
sekarang, pada masa ini dibentuklah KUHP yang berlaku bagi semua golongan. KUHP
tersebut menjadi sumber hukum pidana sampai dengan saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aruan
Sakijo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990.
Bambang
Poernomo, Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana,Yogyakarta:
Liberty, 1988.
Artikel:
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/sejarah-singkat-kuhp-struktur-kuhp-dan.html#ixzz4du6duxC0
BERIKAN KOMENTAR
BalasHapus