Minggu, 22 Juli 2018

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR


SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS
WILAYAH KASHMIR

DI

S
U
S
U
N
OLEH:
DIDI IRAWAN
15111003



Description: E:\photos\SIMBOL\20150108_074327.jpg




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH  2016



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Saya berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik. Makalah ini yang berjudul  Sengketa Internasional Antara India Dengan Pakistan Mengenai Status Wilayah Kashmir. Untuk lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan pengetahuan  kepada kita semua. Makalah ini masih memiliki kekurangan.Tidak ada gading yang takretak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.


Aceh Besar,  Desember 2016                         



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A.    Latar Belakang............................................................................................................. .........
B.     Rumusan Masalah.........................................................................................................
C.     Tujuan...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................         
A.    Faktor Sengketa Antara India dengan Pakistan Terhadap Kashmir............................
B.     Perang India-Pakistan (Kashmir)..................................................................................         
C.     Khasmir Bergabung ke India atau Pakistan.................................................................
D.    Menuju Perundingan Damai.........................................................................................
E.     Upaya PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir.........................

BAB III PENUTUP...............................................................................................................
A.    Kesimpulan..................................................................................................................
B.     Saran.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
  






BAB I

PENDAHULUAN
   A.    Latar Belakang
Wilayah adalah salah satu komponen utama penyusun sebuah negara, sebuah pemerintahan tidak bisa disebut sebuah negara jika mereka belum memiliki wilayah. Setiap negara memiliki tempat tertentu dimuka bumi, kekuasaan sebuah negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah tetapi juga laut dan angkasa disekelilingnya.[1] Wilayah menjadi begitu penting karena wilayah merupakan tempat berlangsungnya semua aktivitas, meminjam bahasa Adolf Hitler wilayah adalah ruang hidup (lebensraum), semakin luas wilayah yang dikuasai maka akan semakin besar kesempatan untuk hidup.[2] Tidak heran jika semua orang rela mempertahunkan apa saja demi wilayah negara. Hidup berdampingan dalam pergaulan internasional tidak akan bisa lepas dari batas wilayah antar negara. Batas antar negara inilah yang kemudian menjadi sumber konflik jika tidak bisa dikelola dengan baik. Sengketa perbatasan terjadi di hampir seluruh belahan dunia, terutama jika perbatasan antar negara tersebut memiliki potensi sumber daya alam tertentu, seperti perbatasan antar negara terdapat sumber minyak bumi atau mineral alam lainnya yang potensial dan bersifat ekonomis.
Kashmir adalah sebuah daerah di perbatasan India dan Pakistan yang menjadi sumber konflik yang tidak berkesudahan diantara kedua negara tersebut. Kashmir yang terletak di kaki Gunung Himalaya memiliki tanah yang subur, pemandangan indah dengan sungai-sungainya yang mengalir, bagaikan sebuah lembah indah yang subur, dan dapat dijuluki sebagai surga yang tersembunyi dibalik desingan peluru.[3]
Pada 1846, dibawah Treaty of Amritsar, pemerintahan kolonial Inggris menjual daerah Kashmir kepada raja Hindu Dogra Gulab Singh, sebagai penguasa Jammu-Kashmir. Masalah dimulai ketika pada tahun 1947, cicit dari Gulab Singh, Maharaja Hari Singh tidak dapat memutuskan apakah dia akan bergabung dengan negara yang baru merdeka Pakistan atau India. Selama lebih kurang dua bulan, Kashmir menyatakan dirinya independen, sebelum akhirnya bergabung dengan India pada 1947 dan hal inilah yang kemudian menjadi sumber sengketa India dan Pakistan pada masa itu telah terjadi migrasi besar-besaran orang Pakistan muslim ke daerah Kashmir atau wilayah North West Frontier Province (NWFP).[4] Kashmir sendiri bersama Jammu adalah sebuah kerajaan, mereka juga menginginkan kedaulatan, bebas dari pengaruh India ataupun Pakistan.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa faktor penyebabkan sengketa antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
2.      Bagaimana proses terjadinya sengketa antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
3.      Bagaimana peran PBB dalam menyelesaikan sengketa antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
   
   C.    Tujuan
Untuk mengetahui apa penyebab dari sengketa antara India dengan Pakistan yang berlarut-larut terhadap wiliyah Kashmir, bagai mana proses sengketa tersebut dan bagaimana peran PBB dalam menyelesaikan sengketa antara India dengan Pakistan tentang status wilayah Kashmir.






BAB II
PEMBAHASAN
  
   A.    Faktor Sengketa Antara India dengan Pakistan Terhadap Kashmir
Kashmir merupakan wilayah terpenting setelah Hyderabadh. Dengan keindahan pemandangan yang dimilikinya, Kashmir dijuluki sebagai Negeri Taman Musim Abadi. Baik bagi India maupun Pakistan kepemilikan Kashmir merupakan suatu hal penting bagi kelangsungan negaranya masing-masing, dan juga posisi Kashmir yang berada di tengah-tengah, menyebabkan mereka memiliki keuntungan geopolitis tertentu, posisi inilah yang kemudian semakin menyebabkan Kashmir semakin diperebutkan. Bagi India sendiri ada beberapa aspek yang membuat India tidak mau melepaskan Jammu-Kashmir dari kekuasaannya.[5]
Dari segi sejarah, pada dasarnya India dengan tegas menolak pembentukan negara Pakistan sekaligus sistem partisi yang telah ditetapkan oleh pemerintah kolonial Inggris. Terlebih lagi dengan adanya beberapa kali perang terbuka dengan Pakistan serta adanya Perjanjian Simla maka apabila India melaksanakan referendum yang kemungkinan besar akan dihasilkan penggabungan Kashmir dengan Pakistan, maka upaya India dari sejak Pakistan terbentuk, akan terasa sia-sia dan percuma. Ini juga akan mengakibatkan turunnya prestise India sebagai sebuah negara, terlebih lagi penulisan ini dibuat India sedang tumbuh menjadi sebuah negara yang maju dan hampir mensejajarkan diri dengan Jepang dan China. Seperti menurut KJ Holsti bahwa kepentingan nasional berkaitan dengan tujuan jangka menengah suatu negara yaitu meningkatkan prestise sebuah Negara.[6]
Selain itu Wilayah Kashmir memiliki keuntungan yang sangat menggiurkan dari segi ekonomi. Kashmir merupakan obyek wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya dan juga merupakan pusat industri wol, karpet, serta dengan tanahnya yang subur dengan enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu Chenab, Jhelum, Indus, Sutlej, Beas dan Ravi. Apa bila Pakistan menguasai Kashmir, ada kekhawatiran dari India akan sungai-sungai tersebut tidak akan mengairi India. Bagi Pakistan, wilayah Kashmir merupakan wilayah yang penting bagi negaranya. Dari segi sosial budaya, Pakistan merasa memiliki kesamaan dengan Kashmir, salah satunya yaitu mayoritas masyarakatnya yang memeluk agama Islam. Kashmir memiliki tiga aliran sungai yaitu Chenab, Jhelum dan Indus yang mengairi Pakistan. Selain itu, Pakistan juga memiliki ketergantungan terhadap India atas tiga sungai lainnya yang mengalir dari India ke Pakistan yaitu Sutlej, Beas dan Ravi. Sungai-sungai tersebut mengairi sekitar 20 juta akre tanah Pakistan, yang ditumbuhi padi, gandum, tebu, kapas, dan lain-lainnya. Sehingga apabila Pakistan menguasai Kashmir maka Pakistan tidak perlu khawatir akan terjadinya krisis air di negara, seperti yang terjadi pada tahun 1948, 1952 dan 1958 dimana India menghentikan aliran sungai ke Pakistan.[7]
Partai Kongres menyadari potensi Kashmir ini, mereka menginginkan Kashmir menjadi bagian dari India karena posisi Kashmir. Kashmir berbatasan langsung dengan Afghanistan, Tajikistan, Tibet dan China. Mereka menganggap bahwa dengan bergabungnya Kashmir ke India, mereka memiliki peluang untuk mempengaruhi negara-negara lain dengan pertimbangan bahwa Kashmir dianggap sebagai ‘pintu masuk’ untuk mempengaruhi negara-negara tersebut, disamping itu Kashmir juga bisa dijadikan benteng pertahanan yang cukup strategis bagi militer India.[8] Ikatan historis dan budaya juga selalu dijadikan bukti bagi India bahwa Kashmir pernah dan akan selalu menjadi bagian integral dari India.

 

B.     Perang India-pakistan (Kashmir)

Perang India-Pakistan tahun 1965 berawal di wilayah Kashmir, maka perang tersebut dikenal juga sebagai Perang Kashmir Ke-2. Pada awalnya perang terjadi ketika Pakistan pada bulan Agustus 1965 menyerang wilayah Kashmir milik India, namun serangan tersebut berhasil dipukul mundur oleh India. Perang akhirnya usai melalui gencatan senjata pada tanggal 23 September yang difasilitasi oleh PBB melalui negara-negara adidaya. Meskipun hanya berlangsung sebentar, jumlah korban tewas dari kedua belah pihak mencapai 6.000 orang lebih ditambah hilangnya ratusan pesawat udara dan kendaraan lapis baja.[9]


Peta wilayah Kashmir
Kashmir adalah nama daerah yang terletak di Asia, tepatnya di sebelah barat laut India dan timur laut Pakistan. Secara demografis, wilayah tersebut berpenduduk 10 juta jiwa lebih di mana mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Sekarang, wilayah Kashmir terbagi menjadi bagian dari 3 negara : India, Pakistan, dan Cina. Tahun 1947, Inggris memutuskan untuk memerdekakan wilayah koloninya, Kekaisaran India, sambil membaginya menjadi 2 wilayah berbeda : Pertama Dominion Pakistan di barat yang didominasi Islam, dua Persatuan India di timur yang mayoritasnya Hindu dalam pembagian itu wilayah Kashmir diberi kebebasan apakah mau bergabung ke salah satu negara atau memerdekakan diri mengingat posisi geografisnya yang terletak di antara India dan Pakistan.[10]
Bulan Oktober 1947, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh milisi-milisi Muslim di Kashmir Barat dan suku-suku dari Pakistan. Pemberontakan tersebut lalu direspon dengan pengiriman pasukan India ke sejumlah wilayah Kashmir atas permintaan dari pemimpin lokal Kashmir. Pakistan yang melihat bahwa pengiriman pasukan India merupakan bentuk intervensi militer akhirnya ikut serta mengirimkan pasukannya ke Kashmir dan meletuslah Perang Kashmir Pertama. Perang akhirnya berakhir pada akhir tahun 1949 dengan difasilitasi PBB, namun waktu menunjukkan bahwa perang tersebut hanyalah permulaan dari rentetan konflik antara India dan Pakistan atas tanah Kashmir.[11]
C.    Khasmir Bergabung ke India atau Pakistan
Ada beberapa factor yang menyebabkan konflik khasmir ini tidak menemui titik kesepakatan antara india dan Pakistan. Sikap plin-plan dari pemimpin Khasmir pada waktu itu Harry Singh yang terkadang membuat geram india dan Pakistan, disalah satu sisi Harry Singh ingin bergabun dengan Pakistan dengan dasar mayoritas penduduk Khasmir adalah muslim. Jammu Kashmir berada dalam kekuasaan pemimpin yang beragama Hindu, dalam tindakannya Maharaja Harry Singh bertindak ragu untuk tidak memilih India ataupun Pakistan dan ini menimbulkan keresahan rakyat Jammu Kashmir yang mayoritas ingin bergabung dengan Pakistan karena dari segi historis, emosional dan kultural Kashmir memiliki kedekatan dengan Pakistan karena faktor agama yang sama yaitu Islam, karena dari sekitar 12.000.000 jiwa penduduk Jammu-Kashmir 77 % persen adalah Muslim. Kemudian yang terjadi adalah terbaginya Jammu Kashmir menjadi dua friksi besar antara Muslim (Kashmir) dan Hindu (Jammu). Sikap Harry Singh ini menimbulkan kemarahan rakyat Kashmir dengan melakukan protes yang dibantu oleh Pakistan yang berdampak pada semakin terdesaknya posisi Harry Singh. Dalam posisi yang demikian, ia meminta bantuan kepada India, PM Jawaharal Nehru bersedia membantu dengan syarat ada jaminan bahwa Kashmir akan bergabung dengan India. Penandatanganan penggabungan wilayah Kashmir dengan India terjadi pada tanggal 26 Oktober 1947 berdasarkan perjanjian asesi.[12]
 Hal ini yang menyebabkan terjadinya perang antara Pakistan dan india, tentara masing-masing negara dikirim diwilayah khasmir. Pakistan mempertanyakn keabsahan perjanjian tersebut, apakah perjanjian tersebut perjanjian tersebut hanya atas dasar perwakilan elit antara india dan khasmir atau benar-benar itu adalah kehendak rakyat khasmir. Mengingat yang menjadi dasar keteguhan Pakistan yakni mayoritas penduduk khasmir adalah muslim, dan tentunya mereka akan senang ketika bergabung dengan Pakistan. Perang terbuka antara Pakistan dan india akhirnya berakhir dengan gencatan senjata 1 Januari 1949 dengan membuat garis demarkasi di Jammu dan Kashmir, yang memisahkan daerah sebelah Timur (lembah Kashmir, Jammu dan Ladakh) dijaga oleh pasukan India, sebelah Barat (dikenal sebagai Azad Kashmir), diawasi oleh Pakistan.[13]
Description: http://img.antaranews.com/new/2011/07/ori/20110723064148peta-kashmir.jpg
 Disisi lain adanya kedekatan pemimpin khasmir terhadap Perdana menteri India Jawaharul Nehru membuat seolah khasmir akan bergabung dengan India, namun secara perjalanan sejarah dan kedekatan emosial dan ideologis pemimpin khasmir lebih suka ingin bergabung dengan India mengingat Sheikh Abdullah (pemimpin partai di Khasmir) punya ideology yang sama dengan Jawaharul Nehru tentang pemisahan agama dan negara atau lebih dikenal dengan faham sekuler. Sheikh Abdullah dan Jawaharul Nehru tidak sepakat dengan pemikiran Mohammad Ali Jinnah tentang konsepsi Two Nations, Jinah menganggap bahwa Hindu dan Islam adalah dua peradaban besar yang berbeda satu sama lain, akan timbul permasalahan di kemudian hari jika kedua peradaban ini disatukan dibawah sebuah pemerintahan, karena akan banyak muncul benturan tentang konsep dan ide. Dengan demikian posisi Pakistan cenderung melemah, mengingat elit politik khasmir lebih cenderung untuk masuk sebagai bagian dari Negara India.[14]

   D.    Menuju Perundingan Damai
Perang 1965 membawa dampak yang begitu buruk kepada Pakistan, selain kekalahan mereka dalam perang tersebut, posisi Kashmir menjadi semakin dekat ke India. Kekalahan ternyata tidak mengajarkan banyak hal kepada Pakistan, mereka tetap bersikeras menjadikan Kashmir bagian dari mereka. Pada 1971, pecahlah perang berikutnya antara Pakistan dan India-Kashmir, perang ini bukan hanya menjadi ajang kekalahan Pakistan untuk kesekian kalinya, tetapi pada perang 1971 ini Pakistan mengalami disintegrasi, Pakistan Timur menyatakan dirinya merdeka dan mengubah namanya menjadi Bangladesh.[15]
Upaya menuju perdamaian selalu digulirkan setiap berakhirnya perang antar negara, begitu juga dengan perang Pakistan-India mengenai masalah Kashmir ini, terdapat serangkaian perjanjian yang mengupayakan perdamaian diantara kedua negara. Pada tahun 1972, dibentuklah sebuah perjanjian di kota Simla, yang kemudian dikenal dengan nama  Simla Agreement, dalam perjanjian tersebut dijelaskan bahwa kedua negara, India dan Pakistan, berjanji untuk mencari penyelesaian masalah Kashmir secara bilateral, tanpa adanya campur tangan dari pihak ketiga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perjanjian Simla ini juga merubah beberapa hal, antara lain adalah perubahan nama garis batas. Pada awalnya garis batas antara Kashmir, India dan Pakistan dibentuk akibat gencatan senjata pasca perang 1947, sehingga garis tersebut dikenal dengan nama Cease-fire Line Pasca perang 1971, garis batas antara tiga wilayah itu dikenal dengan nama Line of Control.[16]
Masih banyak di kemudian hari, konflik-konflik baru muncul, salah satu yang terkenal adalah Konflik Celah Kargil pada tahun 1999. Berbagai upaya telah ditempuh untuk mencapai perdamaian di kawasan Kashmir, dalam berbagai upaya ini terdapat sebuah fenomena menarik, yaitu penggunaan kriket sebagai media diplomasi. India dan Pakistan adalah dua negara yang lama dijajah oleh Inggris, dalam masa pendudukan Inggris tidak dapat dihindari adanya kontak budaya antar negara. Kriket adalah sebuah olahraga yang berasal dari Inggris, melalui penjajahan inilah kemudian kriket dikenal oleh masyarakat India dan Pakistan, dan menjadi olahraga nasional kedua negara tersebut sampai saat ini. Diplomasi kriket dalam tulisan ini merujuk kepada pertemuan bilateral yang dilakukan oleh India dan Pakistan saat kedua negara sedang melakukan pertandingan kriket, pertemuan biasanya berlangsung dalam jamuan makan malam dan kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan seputar Kashmir.[17]
Diplomasi kriket ini pertama kali dimulai pada tahun 1987, ketika itu pemimpin Pakistan Zia-ul Haq diundang ke Jaipur untuk menonton pertandingan kriket India dan Pakistan oleh Perdana Menteri India Rajiv Gandhi, seusai pertandingan kedua pemimpin tersebut melakukan pertemuan bilateral terkait dengan penyelesaian kasus Kashmir. Perang Kargil pada tahun 1999, kembali membuat kedua negara ini berada pada posisi yang panas. Baru pada tahun 2005, di bawah kepemimpinan Jenderal Pervez Musharaff diplomasi kriket kembali bergulir. Pada tahun 2005, kedua negara telah berada pada tingkatan baru, kedua negara tersebut telah mengembangkan fasilitas nuklir, sehingga akan sangat berbahaya jika muncul konflik baru dan menimbulkan perang. Diplomasi kriket pada 2005 diawali dengan kunjungan Pervez Musharaff ke India untuk menyaksikan pertandingan kriket, berbeda dengan diplomasi sebelumnya, pada kesempatan ini Musharaff bersama Manmohan Singh berunding satu meja, di tengah-tengah pertandingan kriket.[18]
Pada tahun 2008, hubungan India dan Pakistan kembali memanas, hal ini terkait dengan serangan bom di Mumbai yang ditengarai dilakukan oleh kelompok ekstrimis Islam Pakistan, memang sejak  dekade 1980-an, kelompok radikal Islam tumbuh subur di Pakistan. Pertemuan antara pemimpin kedua negara kembali berlangsung pada tahun 2011, momennya masih sama yaitu pertandingan kriket. Pada waktu itu, kedua negara bertanding di semifinal Piala Dunia Kriket yang berlangsung di Mohali, India. Yousaf Riza Gilani adalah pemimpin Pakistan yang lahir setelah berpisahnya Pakistan dari India, pertandingan kriket tersebut adalah pertama kalinya Yousaf menginjakan kaki di India harapan untuk perdamaian terus mengalir di tengah diplomasi kriket yang dijalankan oleh kedua negara. Kriket adalah satu dari sedikit hal yang bisa menyatukan India dan Pakistan, diplomasi kriket ini kemudian diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan perdamaian di kawasan Kashmir. Ada satu hal yang menarik dari adanya diplomasi ini, bahwa masalah politik tidak hanya bisa diselesaikan dengan jalan politik, ada aspek-aspek budaya tertentu yang bisa dijadikan alat untuk mempersatukan ide-ide yang berbeda. Dalam sebuah pidatonya, Jenderal Pervez Musharaff pernah berkata : “diplomasi kriket itu memfasilitasi resolusi, tetapi tidak lantas menghasilkan resolusi(diplomasi kriket ITU memfasilitasi Resolusi, tetapi TIDAK Lantas menghasilkan Resolusi)”.[19]


    E.     Upaya PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Keterlibatan  India dalam pemberontakan di Poonch mengakibatkan keadaan Kashmir semakin memanas. Pengakuan India atas kepemilikan Kashmir berdasarkan Instrument of Accession, mendapat pertentangan dari Pemerintah Pakistan karena Pakistan masih meyakini Kashmir berada dalam status quo perjanjian berdasarkan Standstill Agreement. Bahkan pemberontakan rakyat Kashmir terhadap pemerintahnya berubah menjadi perang terbuka antara India dan Pakistan. Setelah perang tersebut berakhir, India dan Pakistan sepakat mengadakan Pertemuan Lahore pada 2 November 1947, yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Pakistan Mohammad Ali Jinnah dan Gubernur Jenderal India Lord Mounbatten.[20] Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah akan melaksanakan referendum dibawah pengawasan PBB. Setelah hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Liquat Ali Khan, kedua negara pun menyetujuinya.
Maka sejak 1 Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5 bagian negara.[21] Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan senjata. Upaya PBB semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB membentuk United Nation Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Belgia dan Argentina.[22] Namun pada 21 April 1948, PBB memutuskan untuk menambah dua anggota baru UNCIP, yaitu Kolombia dan Cekoslowakia. Selain itu, diputuskan pula bahwa India dan Pakistan harus menarik pasukan, berhenti perang, mengembalikan pengungsi, membebaskan tahanan politik, serta secepatnya melaksanakan referendum atas status Kashmir.
Pada Juli 1948, Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di PBB, Zafrulla Khan mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13 Agustus 1948, UNCIP mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Pakistan atas terjadinya perang di Poonch. PBB juga meminta agar Pakistan dan India menarik pasukannya di Kashmir. Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa :
"Pemerintah India dan pemerintah Pakistan menegaskan kembali bahwa status masa depan Jammu-Kashmir akan ditentukan sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk mencapai tujuan tersebut, atas penerimaan Perjanjian Genjatan Senjata, kedua pemerintah menyetujui untuk memulai konsultasi dengan Komisi untuk menentukan syarat-syarat yang adil, seimbang, bebas dan terjamin".[23]
Namun rencana pelaksanaan referendum belum juga dapat dilaksanakan maka pada 11 Desember 1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan referendum dan genjatan senjata. Namun penegasan tersebut tidak memberikan pengaruh apapun karena Pakistan masih belum mematuhi resolusi sebelumnya, seperti menarik bersih pasukannya dari Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih mengurusi urusan dalam negerinya sebagai sebuah negara baru, terutama mengenai demografi negaranya.
Pada 5 Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan will be decided through the democratic method of a free and impartial plebiscite (pertanyaan aksesi negara bagian Jammu dan Kashmir ke India atau Pakistan akan diputuskan melalui metode demokratis plebisit bebas dan tidak memihak).[24]  Resolusi tersebut juga menyatakan untuk penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir, mengukuhkan hak tentara India dalam mempertahankan Kashmir, dan segera melaksanakan referendum di Kashmir secara independen.
Setelah India dan Pakistan mengumumkan genjatan senjata dibawah naungan PBB, maka selama tahun 1949 PBB melalui UNCIP melakukan berbagai pertemuan dan kesepakatan mengenai perumusan proses genjatan senjata yang dilakukan. Proses-proses tersebut antara lain mengenai garis genjatan senjata, penarikan pasukan secara bertahap, serta pengawasan proses genjatan senjata. Kasus perebutan wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk mencoba pendekatan baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan Pakistan untuk mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan PBB yang pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang membawa sebuah proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan demiliterisasi Kashmir untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan memihak salah satu negara. Namun, proposal tersebut ditolak oleh India.
Kemudian, tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan pejabat India dan Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga membawa proposal yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya dilakukan di daerah yang bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya menentukan keputusan sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan. Proposal yang dikenal dengan Dixon Plan” juga mendapat penolakan dari India dan Pakistan.[25]
Agar India dan Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim kembali perwakilan PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam waktu tiga bulan. Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.[26]
Kegagalan-kegagalan yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan persengketaan Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk menemukan solusi yang benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada tahun 1957 PBB kembali  mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar Jarring, namun mengalami kegagalan pula.
Setelah usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah terwujud, maka pada tahun 1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu Kasmir ke PBB, yang kemudian hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of Accession, namun hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan Kashmir harus diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang demokratis dengan melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah pengawasan PBB.
Pada tahun 1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto namun hal tersebut gagal.[27] Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat melemah ketika dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan dahulu secara bilateral. Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga menyelesaikan permasalahan Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang terbuka pada tahun 1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa, korban terluka dan tertangkap.
Dalam konsep liberalisme, dikatakan pula bahwa untuk mencapai perdamaian dapat menggunakan cara demokrasi. Seperti yang terjadi pada Kashmir, PBB menegaskan pelaksanaan referendum sebagai cara yang demokratis untuk menentukan status Kashmir. Kepentingan PBB dalam konflik perebutan wilayah Kashmir yaitu hanya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan damai tanpa adanya kepentingan pihak-pihak lain yang mempengaruhi PBB. Namun pada kenyataannya, hingga akhir tahun 1977 pelaksanaan referendum juga belum dilakukan. Kenyataan ini dapat mematahkan teori liberalisme yang menekankan peran institusi dengan jalan perdamaian merupakan cara yang tidak terlalu efektif dalam menyelesaikan permasalahan Kashmir antara India dan Pakistan.
Pemerintah India dan Pakistan memiliki kepentingan tersendiri untuk menguasai Kashmir, terutama karena adanya aliran sungai dan wilayah yang strategis untuk dibangun keamanan militer di Kashmir. Dengan resolusi PBB tahun 1964 yang menyerahkan kembali permasalahan Kashmir untuk diselesaikan secara bilateral India dan Pakistan.








BAB III
PENUTUP

    A.    Kesimpulan
1.      Wilayah Kashmir memiliki keuntungan yang sangat menggiurkan dari segi ekonomi. Kashmir merupakan obyek wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya dan juga merupakan pusat industri wol, karpet, serta dengan tanahnya yang subur dengan enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu Chenab, Jhelum, Indus, Sutlej, Beas dan Ravi.
2.      Bulan Oktober 1947, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh milisi-milisi Muslim di Kashmir Barat dan suku-suku dari Pakistan. Pemberontakan tersebut lalu direspon dengan pengiriman pasukan India ke sejumlah wilayah Kashmir atas permintaan dari pemimpin lokal Kashmir. Pakistan yang melihat bahwa pengiriman pasukan India merupakan bentuk intervensi militer akhirnya ikut serta mengirimkan pasukannya ke Kashmir dan meletuslah Perang Kashmir Pertama. Perang akhirnya berakhir pada akhir tahun 1949 dengan difasilitasi PBB, namun waktu menunjukkan bahwa perang tersebut hanyalah permulaan dari rentetan konflik antara India dan Pakistan atas tanah Kashmir.
3.      posisi Pakistan cenderung melemah, mengingat elit politik khasmir lebih cenderung untuk masuk sebagai bagian dari Negara India. Karena adanya kedekatan pemimpin khasmir terhadap Perdana menteri India Jawaharul Nehru membuat seolah khasmir akan bergabung dengan India, namun secara perjalanan sejarah dan kedekatan emosial dan ideologis pemimpin khasmir lebih suka ingin bergabung dengan India mengingat Sheikh Abdullah (pemimpin partai di Khasmir) punya ideology yang sama dengan Jawaharul Nehru tentang pemisahan agama dan negara atau lebih dikenal dengan faham sekuler.
4.      Kriket adalah satu dari sedikit hal yang bisa menyatukan India dan Pakistan, diplomasi kriket ini kemudian diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan perdamaian di kawasan Kashmir. Ada satu hal yang menarik dari adanya diplomasi ini, bahwa masalah politik tidak hanya bisa diselesaikan dengan jalan politik, ada aspek-aspek budaya tertentu yang bisa dijadikan alat untuk mempersatukan ide-ide yang berbeda.
5.      Maka sejak 1 Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5 bagian negara. Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan senjata.

    B.     Saran
Jika mengacu pada sistem partisi dimana wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam akan bergabung dengan Pakistan, sedangkan wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu akan bergabung dengan India. Maka Kashmir yang merupakan masyarakatnya beragama Islam, akan menjadi bagian integral dari Pakistan. Tetapi perlu diingat pula, akan adanya Instrument of Accession yang ditandatangani oleh Maharaja Singh, dimana Kashmir akan masuk ke dalam bagian integral India sebagai syarat permohonan bantuan militer dari India.
Pada akhirnya keterlibatan PBB sepertinya terasa sia-sia dan tidak dihargai karena referendum yang telah diputuskan oleh PBB, tidak pernah dilaksanakan oleh India dan Pakistan. Padahal keterlibatan PBB merupakan atas permintaan India dan Pakistan sendiri. Perjanjian Simla yang disepakati India dan Pakistan, secara tidak langsung membuat melemahnya posisi resolusi PBB dimata pemerintah serta rakyat India dan Pakistan.
Oleh karena itu, PBB harus berani bersikap tegas kepada India dan Pakistan untuk mematuhi solusi-solusi yang diberikan PBB. Diharapkan pula aktor-aktor non-negara lainnya seperti SAARC dan UNHCR, dapat mendesak India dan Pakistan untuk membuka diri dan menerima bantuan serta solusi yang diberikan oleh PBB.






DAFTAR PUSTAKA

Alice Thorner, “The Kashmir Conflict” The Middle East Journal Vol. 3 No.1, 1949.
A Chronical of Important Events anda Dates in J&K’s Political History dalam http://www.jammu-kashmir.com/basicfacts/politics/political_history.html diakses03 Juni 2010 pukul 00.44 WIB.

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat,(Jakarta : Gramedia, 2007)

Historical Chronology of Jammu and Kashmir State dalam http://www.kashmir-information.com/chronology.html diakses 03 Juni 2010 pukul 00.15 WIB.



http://www.re-tawon.com/2010/10/perang-india-pakistan-1965-ketika-asia.html

Jubaidi Pribadi, Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB). Yayasan Pustaka Grafiksi. Jawa Barat. 1999.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik ed.rev. (Jakarta : Gramedia,2007)

Rindu Ayu, Modul Politik Luar Negeri Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,, Universitas Al-Azhar Indonesia,
Stuart Croft. “South Asia’s Arms Control Process : Cricket Diplomacy and the Composite Dialogue” International Affairs Journal. Vol.81 No.5, Oktober 2005 hlm. 1040

Victoria Schofield, Kashmir In Conflict : India, Pakistan and The Unending War, (London :Tauris,2003) hlm. xii

Wirsing, Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, Mac Millan, London, 1994.





[1] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik ed.rev. (Jakarta : Gramedia,2007) hlm. 51
[2] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat,(Jakarta : Gramedia, 2007) hlm. 339
[3] Victoria Schofield, Kashmir In Conflict : India, Pakistan and The Unending War, (London :Tauris,2003) hlm. xii
[4] Ibid.
[5] Alice Thorner, “The Kashmir Conflict” The Middle East Journal Vol. 3 No.1, 1949 hlm. 18
[6] Rindu Ayu, Modul Politik Luar Negeri Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,, Universitas Al-Azhar Indonesia, hlm. 16.
[7] Jubaidi Pribadi, Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB), Yayasan Pustaka Grafiksi, Jawa Barat, 1999, hlm. 68-69.
[8] Alice Thorner, op,cit,hlm.18
[9] http://www.re-tawon.com/2010/10/perang-india-pakistan-1965-ketika-asia.html
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[13] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Stuart Croft. “South Asia’s Arms Control Process : Cricket Diplomacy and the Composite Dialogue” International Affairs Journal. Vol.81 No.5, Oktober 2005 hlm. 1040
[18] Ibid. hlm. 1041
                [20] Jubaidi Pribadi, Op. Cit , hlm. 39.
[21] Historical Chronology of Jammu and Kashmir State dalam http://www.kashmir-information.com/chronology.html diakses 03 Juni 2010 pukul 00.15 WIB.
[22] Ibid.
[23] Jubaidi Pribadi, Op. Cit,  hlm. 58.
[24] Wirsing, Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, Mac Millan, London, 1994, hlm. 124.
[25]A Chronical of Important Events anda Dates in J&K’s Political History dalam  http://www.jammu-kashmir.com/basicfacts/politics/political_history.html diakses 03 Juni 2010 pukul 00.44 WIB.
[26]Historical Chronology of Jammu and Kashmir State, Loc.cit.
[27] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR DI S U S U N OLEH: DIDI IRAWAN ...