SENGKETA
INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS
WILAYAH KASHMIR
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
DIDI IRAWAN
15111003

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ABULYATAMA
ACEH 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Saya berusaha menyusun makalah
ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia
biasa tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa
menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik. Makalah ini yang berjudul “Sengketa Internasional
Antara India Dengan Pakistan Mengenai Status Wilayah Kashmir”. Untuk lebih
jelas simak pembahasan dalam makalah ini.
Mudah-mudahan
makalah ini bisa memberikan pengetahuan kepada
kita semua. Makalah ini masih memiliki kekurangan.Tidak ada gading yang
takretak. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk
memperbaiki makalah selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.
Aceh
Besar, Desember 2016
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar
Belakang............................................................................................................. .........
B. Rumusan
Masalah.........................................................................................................
C. Tujuan...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
A. Faktor Sengketa Antara India dengan
Pakistan Terhadap Kashmir............................
B. Perang India-Pakistan (Kashmir)..................................................................................
C. Khasmir
Bergabung ke India atau Pakistan.................................................................
D. Menuju Perundingan Damai.........................................................................................
E. Upaya PBB dalam menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir.........................
BAB III PENUTUP...............................................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Wilayah
adalah salah satu komponen utama penyusun sebuah negara, sebuah pemerintahan
tidak bisa disebut sebuah negara jika mereka belum memiliki wilayah. Setiap
negara memiliki tempat tertentu dimuka bumi, kekuasaan sebuah negara mencakup
seluruh wilayah, tidak hanya tanah tetapi juga laut dan angkasa
disekelilingnya.[1]
Wilayah menjadi begitu penting karena wilayah merupakan tempat berlangsungnya
semua aktivitas, meminjam bahasa Adolf Hitler wilayah adalah ruang hidup (lebensraum),
semakin luas wilayah yang dikuasai maka akan semakin besar kesempatan untuk
hidup.[2]
Tidak heran jika semua orang rela mempertahunkan apa saja demi wilayah negara.
Hidup berdampingan dalam pergaulan internasional tidak akan bisa lepas dari
batas wilayah antar negara. Batas antar negara inilah yang kemudian menjadi
sumber konflik jika tidak bisa dikelola dengan baik. Sengketa perbatasan
terjadi di hampir seluruh belahan dunia, terutama jika perbatasan antar negara
tersebut memiliki potensi sumber daya alam tertentu, seperti perbatasan antar
negara terdapat sumber minyak bumi atau mineral alam lainnya yang potensial dan
bersifat ekonomis.
Kashmir
adalah sebuah daerah di perbatasan India dan Pakistan yang menjadi sumber
konflik yang tidak berkesudahan diantara kedua negara tersebut. Kashmir yang
terletak di kaki Gunung Himalaya memiliki tanah yang subur, pemandangan indah
dengan sungai-sungainya yang mengalir, bagaikan sebuah lembah indah yang subur,
dan dapat dijuluki sebagai surga yang tersembunyi dibalik desingan peluru.[3]
Pada 1846,
dibawah Treaty of Amritsar, pemerintahan kolonial Inggris menjual daerah
Kashmir kepada raja Hindu Dogra Gulab Singh, sebagai penguasa Jammu-Kashmir.
Masalah dimulai ketika pada tahun 1947, cicit dari Gulab Singh, Maharaja Hari
Singh tidak dapat memutuskan apakah dia akan bergabung dengan negara yang baru
merdeka Pakistan atau India. Selama lebih kurang dua bulan, Kashmir menyatakan
dirinya independen, sebelum akhirnya bergabung dengan India pada 1947 dan hal
inilah yang kemudian menjadi sumber sengketa India dan Pakistan pada masa itu
telah terjadi migrasi besar-besaran orang Pakistan muslim ke daerah Kashmir
atau wilayah North West Frontier Province (NWFP).[4]
Kashmir sendiri bersama Jammu adalah sebuah kerajaan, mereka juga menginginkan
kedaulatan, bebas dari pengaruh India ataupun Pakistan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebabkan sengketa
antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
2. Bagaimana proses terjadinya sengketa
antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
3. Bagaimana peran PBB dalam menyelesaikan
sengketa antara India dengan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui apa penyebab dari sengketa antara India dengan Pakistan yang
berlarut-larut terhadap wiliyah Kashmir, bagai mana proses sengketa tersebut
dan bagaimana peran PBB dalam menyelesaikan sengketa antara India dengan
Pakistan tentang status wilayah Kashmir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor Sengketa Antara India dengan
Pakistan Terhadap Kashmir
Kashmir merupakan wilayah terpenting setelah Hyderabadh. Dengan
keindahan pemandangan yang dimilikinya, Kashmir dijuluki sebagai Negeri Taman
Musim Abadi. Baik bagi India maupun Pakistan kepemilikan Kashmir merupakan
suatu hal penting bagi kelangsungan negaranya masing-masing, dan juga posisi Kashmir yang berada di
tengah-tengah, menyebabkan mereka memiliki keuntungan geopolitis tertentu,
posisi inilah yang kemudian semakin menyebabkan Kashmir semakin diperebutkan. Bagi India sendiri
ada beberapa aspek yang membuat India tidak mau melepaskan Jammu-Kashmir dari
kekuasaannya.[5]
Dari segi sejarah, pada dasarnya India dengan tegas
menolak pembentukan negara Pakistan sekaligus sistem partisi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah kolonial Inggris. Terlebih lagi dengan adanya
beberapa kali perang terbuka dengan Pakistan serta adanya Perjanjian Simla maka
apabila India melaksanakan referendum yang kemungkinan besar akan dihasilkan
penggabungan Kashmir dengan Pakistan, maka upaya India dari sejak Pakistan
terbentuk, akan terasa sia-sia dan percuma. Ini juga akan mengakibatkan turunnya prestise India
sebagai sebuah negara, terlebih lagi penulisan ini dibuat India sedang tumbuh
menjadi sebuah negara yang maju dan hampir mensejajarkan diri dengan Jepang dan
China. Seperti menurut KJ Holsti bahwa kepentingan nasional berkaitan dengan
tujuan jangka menengah suatu negara yaitu meningkatkan prestise sebuah
Negara.[6]
Selain itu
Wilayah Kashmir memiliki keuntungan yang sangat menggiurkan dari segi ekonomi.
Kashmir merupakan obyek wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya dan juga
merupakan pusat industri wol, karpet, serta dengan tanahnya yang subur dengan enam
aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu Chenab, Jhelum,
Indus, Sutlej, Beas dan Ravi. Apa bila Pakistan menguasai Kashmir, ada
kekhawatiran dari India akan sungai-sungai tersebut tidak akan mengairi India. Bagi Pakistan,
wilayah Kashmir merupakan wilayah yang penting bagi negaranya. Dari segi sosial
budaya, Pakistan merasa memiliki kesamaan dengan Kashmir, salah satunya yaitu
mayoritas masyarakatnya yang memeluk agama Islam. Kashmir memiliki tiga aliran
sungai yaitu Chenab, Jhelum dan Indus yang mengairi Pakistan. Selain itu,
Pakistan juga memiliki ketergantungan terhadap India atas tiga sungai lainnya
yang mengalir dari India ke Pakistan yaitu Sutlej, Beas dan Ravi. Sungai-sungai
tersebut mengairi sekitar 20 juta akre tanah Pakistan, yang ditumbuhi padi,
gandum, tebu, kapas, dan lain-lainnya. Sehingga apabila Pakistan menguasai
Kashmir maka Pakistan tidak perlu khawatir akan terjadinya krisis air di
negara, seperti yang terjadi pada tahun 1948, 1952 dan 1958 dimana India
menghentikan aliran sungai ke Pakistan.[7]
Partai
Kongres menyadari potensi Kashmir ini, mereka menginginkan Kashmir menjadi
bagian dari India karena posisi Kashmir. Kashmir berbatasan langsung dengan
Afghanistan, Tajikistan, Tibet dan China. Mereka menganggap bahwa dengan bergabungnya
Kashmir ke India, mereka memiliki peluang untuk mempengaruhi negara-negara lain
dengan pertimbangan bahwa Kashmir dianggap sebagai ‘pintu masuk’ untuk
mempengaruhi negara-negara tersebut, disamping itu Kashmir juga bisa dijadikan
benteng pertahanan yang cukup strategis bagi militer India.[8]
Ikatan historis dan budaya juga selalu dijadikan bukti bagi India bahwa Kashmir
pernah dan akan selalu menjadi bagian integral dari India.
B. Perang India-pakistan (Kashmir)
Perang India-Pakistan tahun 1965 berawal di wilayah Kashmir, maka
perang tersebut dikenal juga sebagai Perang Kashmir Ke-2. Pada awalnya perang
terjadi ketika Pakistan pada bulan Agustus 1965 menyerang wilayah Kashmir milik
India, namun serangan tersebut berhasil
dipukul mundur oleh India. Perang akhirnya usai melalui gencatan senjata pada
tanggal 23 September yang difasilitasi oleh PBB melalui negara-negara adidaya.
Meskipun hanya berlangsung sebentar, jumlah korban tewas dari kedua belah pihak
mencapai 6.000 orang lebih ditambah hilangnya ratusan pesawat udara dan kendaraan lapis baja.[9]
|
Peta wilayah Kashmir
|
Kashmir adalah
nama daerah yang terletak di Asia, tepatnya di sebelah barat laut India dan
timur laut Pakistan. Secara demografis, wilayah tersebut berpenduduk 10 juta
jiwa lebih di mana mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Sekarang,
wilayah Kashmir terbagi menjadi bagian dari 3 negara : India, Pakistan, dan Cina. Tahun 1947,
Inggris memutuskan untuk memerdekakan wilayah koloninya, Kekaisaran India,
sambil membaginya menjadi 2 wilayah berbeda : Pertama Dominion Pakistan di
barat yang didominasi Islam, dua Persatuan India di timur yang mayoritasnya
Hindu dalam pembagian itu wilayah Kashmir diberi kebebasan apakah mau bergabung
ke salah satu negara atau memerdekakan diri mengingat posisi geografisnya yang
terletak di antara India dan Pakistan.[10]
Bulan Oktober
1947, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh milisi-milisi Muslim di Kashmir
Barat dan suku-suku dari Pakistan. Pemberontakan tersebut lalu direspon dengan
pengiriman pasukan India ke sejumlah wilayah Kashmir atas permintaan dari
pemimpin lokal Kashmir. Pakistan yang melihat bahwa pengiriman pasukan India
merupakan bentuk intervensi militer akhirnya ikut serta mengirimkan pasukannya
ke Kashmir dan meletuslah Perang Kashmir Pertama. Perang akhirnya berakhir pada
akhir tahun 1949 dengan difasilitasi PBB, namun waktu menunjukkan bahwa perang
tersebut hanyalah permulaan dari rentetan konflik antara India dan Pakistan
atas tanah Kashmir.[11]
C.
Khasmir
Bergabung ke India atau Pakistan
Ada beberapa factor yang menyebabkan konflik khasmir ini tidak menemui
titik kesepakatan antara india dan Pakistan. Sikap plin-plan dari pemimpin
Khasmir pada waktu itu Harry Singh yang terkadang membuat geram india dan
Pakistan, disalah satu sisi Harry Singh ingin bergabun dengan Pakistan dengan
dasar mayoritas penduduk Khasmir adalah muslim. Jammu Kashmir berada dalam
kekuasaan pemimpin yang beragama Hindu, dalam tindakannya Maharaja Harry Singh
bertindak ragu untuk tidak memilih India ataupun Pakistan dan ini menimbulkan
keresahan rakyat Jammu Kashmir yang mayoritas ingin bergabung dengan Pakistan
karena dari segi historis, emosional dan kultural Kashmir memiliki kedekatan
dengan Pakistan karena faktor agama yang sama yaitu Islam, karena dari sekitar
12.000.000 jiwa penduduk Jammu-Kashmir 77 % persen adalah Muslim. Kemudian yang
terjadi adalah terbaginya Jammu Kashmir menjadi dua friksi besar antara Muslim
(Kashmir) dan Hindu (Jammu). Sikap Harry Singh ini menimbulkan kemarahan rakyat
Kashmir dengan melakukan protes yang dibantu oleh Pakistan yang berdampak pada
semakin terdesaknya posisi Harry Singh. Dalam posisi yang demikian, ia meminta
bantuan kepada India, PM Jawaharal Nehru bersedia membantu dengan syarat ada
jaminan bahwa Kashmir akan bergabung dengan India. Penandatanganan penggabungan
wilayah Kashmir dengan India terjadi pada tanggal 26 Oktober 1947 berdasarkan
perjanjian asesi.[12]
Hal ini yang menyebabkan terjadinya perang
antara Pakistan dan india, tentara masing-masing negara dikirim diwilayah khasmir.
Pakistan mempertanyakn keabsahan perjanjian tersebut, apakah perjanjian
tersebut perjanjian tersebut hanya atas dasar perwakilan elit antara india dan
khasmir atau benar-benar itu adalah kehendak rakyat khasmir. Mengingat yang
menjadi dasar keteguhan Pakistan yakni mayoritas penduduk khasmir adalah
muslim, dan tentunya mereka akan senang ketika bergabung dengan Pakistan.
Perang terbuka antara Pakistan dan india akhirnya berakhir dengan gencatan
senjata 1 Januari 1949 dengan membuat garis demarkasi di Jammu dan Kashmir,
yang memisahkan daerah sebelah Timur (lembah Kashmir, Jammu dan Ladakh) dijaga
oleh pasukan India, sebelah Barat (dikenal sebagai Azad Kashmir), diawasi oleh
Pakistan.[13]

Disisi lain adanya kedekatan pemimpin khasmir
terhadap Perdana menteri India Jawaharul Nehru membuat seolah khasmir akan
bergabung dengan India, namun secara perjalanan sejarah dan kedekatan emosial
dan ideologis pemimpin khasmir lebih suka ingin bergabung dengan India
mengingat Sheikh Abdullah (pemimpin partai di Khasmir) punya ideology yang sama
dengan Jawaharul Nehru tentang pemisahan agama dan negara atau lebih dikenal
dengan faham sekuler. Sheikh Abdullah dan Jawaharul Nehru tidak sepakat dengan
pemikiran Mohammad Ali Jinnah tentang konsepsi Two Nations, Jinah menganggap
bahwa Hindu dan Islam adalah dua peradaban besar yang berbeda satu sama lain,
akan timbul permasalahan di kemudian hari jika kedua peradaban ini disatukan
dibawah sebuah pemerintahan, karena akan banyak muncul benturan tentang konsep
dan ide. Dengan demikian posisi Pakistan cenderung melemah, mengingat elit
politik khasmir lebih cenderung untuk masuk sebagai bagian dari Negara India.[14]
D. Menuju
Perundingan Damai
Perang 1965 membawa dampak yang
begitu buruk kepada Pakistan, selain kekalahan mereka dalam perang tersebut,
posisi Kashmir menjadi semakin dekat ke India. Kekalahan ternyata tidak
mengajarkan banyak hal kepada Pakistan, mereka tetap bersikeras menjadikan
Kashmir bagian dari mereka. Pada 1971, pecahlah perang berikutnya antara
Pakistan dan India-Kashmir, perang ini bukan hanya menjadi ajang kekalahan
Pakistan untuk kesekian kalinya, tetapi pada perang 1971 ini Pakistan mengalami
disintegrasi, Pakistan Timur menyatakan dirinya merdeka dan mengubah namanya
menjadi Bangladesh.[15]
Upaya menuju perdamaian selalu
digulirkan setiap berakhirnya perang antar negara, begitu juga dengan perang
Pakistan-India mengenai masalah Kashmir ini, terdapat serangkaian perjanjian
yang mengupayakan perdamaian diantara kedua negara. Pada tahun 1972, dibentuklah
sebuah perjanjian di kota Simla, yang kemudian dikenal dengan nama Simla
Agreement, dalam perjanjian tersebut dijelaskan bahwa kedua negara, India
dan Pakistan, berjanji untuk mencari penyelesaian masalah Kashmir secara
bilateral, tanpa adanya campur tangan dari pihak ketiga seperti Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Perjanjian Simla ini juga merubah beberapa hal, antara lain
adalah perubahan nama garis batas. Pada awalnya garis batas antara Kashmir,
India dan Pakistan dibentuk akibat gencatan senjata pasca perang 1947, sehingga
garis tersebut dikenal dengan nama Cease-fire Line Pasca perang 1971,
garis batas antara tiga wilayah itu dikenal dengan nama Line of Control.[16]
Masih banyak di kemudian hari,
konflik-konflik baru muncul, salah satu yang terkenal adalah Konflik Celah
Kargil pada tahun 1999. Berbagai upaya telah ditempuh untuk mencapai perdamaian
di kawasan Kashmir, dalam berbagai upaya ini terdapat sebuah fenomena menarik,
yaitu penggunaan kriket sebagai media diplomasi. India dan Pakistan adalah dua
negara yang lama dijajah oleh Inggris, dalam masa pendudukan Inggris tidak
dapat dihindari adanya kontak budaya antar negara. Kriket adalah sebuah
olahraga yang berasal dari Inggris, melalui penjajahan inilah kemudian kriket
dikenal oleh masyarakat India dan Pakistan, dan menjadi olahraga nasional kedua
negara tersebut sampai saat ini. Diplomasi kriket dalam tulisan ini merujuk
kepada pertemuan bilateral yang dilakukan oleh India dan Pakistan saat kedua
negara sedang melakukan pertandingan kriket, pertemuan biasanya berlangsung
dalam jamuan makan malam dan kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan seputar
Kashmir.[17]
Diplomasi kriket ini pertama kali
dimulai pada tahun 1987, ketika itu pemimpin Pakistan Zia-ul Haq diundang ke
Jaipur untuk menonton pertandingan kriket India dan Pakistan oleh Perdana
Menteri India Rajiv Gandhi, seusai pertandingan kedua pemimpin tersebut
melakukan pertemuan bilateral terkait dengan penyelesaian kasus Kashmir. Perang
Kargil pada tahun 1999, kembali membuat kedua negara ini berada pada posisi
yang panas. Baru pada tahun 2005, di bawah kepemimpinan Jenderal Pervez
Musharaff diplomasi kriket kembali bergulir. Pada tahun 2005, kedua negara
telah berada pada tingkatan baru, kedua negara tersebut telah mengembangkan
fasilitas nuklir, sehingga akan sangat berbahaya jika muncul konflik baru dan
menimbulkan perang. Diplomasi kriket pada 2005 diawali dengan kunjungan Pervez
Musharaff ke India untuk menyaksikan pertandingan kriket, berbeda dengan
diplomasi sebelumnya, pada kesempatan ini Musharaff bersama Manmohan Singh
berunding satu meja, di tengah-tengah pertandingan kriket.[18]
Pada tahun 2008, hubungan India dan
Pakistan kembali memanas, hal ini terkait dengan serangan bom di Mumbai yang
ditengarai dilakukan oleh kelompok ekstrimis Islam Pakistan, memang sejak
dekade 1980-an, kelompok radikal Islam tumbuh subur di Pakistan. Pertemuan
antara pemimpin kedua negara kembali berlangsung pada tahun 2011, momennya
masih sama yaitu pertandingan kriket. Pada waktu itu, kedua negara bertanding
di semifinal Piala Dunia Kriket yang berlangsung di Mohali, India. Yousaf Riza
Gilani adalah pemimpin Pakistan yang lahir setelah berpisahnya Pakistan dari
India, pertandingan kriket tersebut adalah pertama kalinya Yousaf menginjakan
kaki di India harapan untuk perdamaian
terus mengalir di tengah diplomasi kriket yang dijalankan oleh kedua negara.
Kriket adalah satu dari sedikit hal yang bisa menyatukan India dan Pakistan,
diplomasi kriket ini kemudian diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan
perdamaian di kawasan Kashmir. Ada satu hal yang menarik dari adanya diplomasi
ini, bahwa masalah politik tidak hanya bisa diselesaikan dengan jalan politik,
ada aspek-aspek budaya tertentu yang bisa dijadikan alat untuk mempersatukan
ide-ide yang berbeda. Dalam sebuah pidatonya, Jenderal Pervez Musharaff pernah
berkata : “diplomasi kriket itu memfasilitasi resolusi, tetapi tidak lantas
menghasilkan resolusi(diplomasi
kriket ITU memfasilitasi Resolusi, tetapi TIDAK Lantas menghasilkan Resolusi)”.[19]
E. Upaya PBB dalam
menyelesaikan kasus perebutan wilayah Kashmir
Keterlibatan
India dalam pemberontakan di Poonch mengakibatkan keadaan Kashmir semakin
memanas. Pengakuan India atas kepemilikan Kashmir berdasarkan Instrument of
Accession, mendapat pertentangan dari Pemerintah Pakistan karena Pakistan
masih meyakini Kashmir berada dalam status quo perjanjian berdasarkan Standstill
Agreement. Bahkan pemberontakan rakyat Kashmir terhadap pemerintahnya
berubah menjadi perang terbuka antara India dan Pakistan. Setelah perang
tersebut berakhir, India dan Pakistan sepakat mengadakan Pertemuan Lahore pada
2 November 1947, yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Pakistan Mohammad Ali
Jinnah dan Gubernur Jenderal India Lord Mounbatten.[20]
Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah akan melaksanakan referendum dibawah
pengawasan PBB. Setelah hasil pertemuan tersebut dilaporkan kepada Perdana
Menteri India Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Pakistan Liquat Ali Khan,
kedua negara pun menyetujuinya.
Maka sejak 1
Januari 1948, masalah Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah
naungan PBB. Pada 1 Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan
ikut membantu pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam
piagam PBB Pasal 35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5
bagian negara.[21]
Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan
senjata. Upaya PBB semakin optimal ketika pada 20 Januari 1948, DK PBB
membentuk United Nation Comission for India and Pakistan (UNCIP) yang
anggotanya terdiri dari Amerika Serikat, Belgia dan Argentina.[22]
Namun pada 21 April 1948, PBB memutuskan untuk menambah dua anggota baru UNCIP,
yaitu Kolombia dan Cekoslowakia. Selain itu, diputuskan pula bahwa India dan
Pakistan harus menarik pasukan, berhenti perang, mengembalikan pengungsi,
membebaskan tahanan politik, serta secepatnya melaksanakan referendum atas
status Kashmir.
Pada Juli 1948,
Menteri Luar Negeri yang juga sebagai delegasi Pakistan di PBB, Zafrulla Khan
mengakui bahwa tentara Pakistan berada di Kashmir. Pada 13 Agustus 1948, UNCIP
mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Pakistan atas
terjadinya perang di Poonch. PBB juga meminta agar Pakistan dan India menarik
pasukannya di Kashmir. Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa :
"Pemerintah
India dan pemerintah Pakistan menegaskan kembali bahwa status masa depan
Jammu-Kashmir akan ditentukan sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk mencapai
tujuan tersebut, atas penerimaan Perjanjian Genjatan Senjata, kedua pemerintah
menyetujui untuk memulai konsultasi dengan Komisi untuk menentukan
syarat-syarat yang adil, seimbang, bebas dan terjamin".[23]
Namun rencana pelaksanaan referendum belum juga dapat
dilaksanakan maka pada 11 Desember 1948, PBB menegaskan kembali agar melakukan
referendum dan genjatan senjata. Namun penegasan tersebut tidak memberikan
pengaruh apapun karena Pakistan masih belum mematuhi resolusi sebelumnya,
seperti menarik bersih pasukannya dari Kashmir. Terlebih lagi, Pakistan masih
mengurusi urusan dalam negerinya sebagai sebuah negara baru, terutama mengenai
demografi negaranya.
Pada 5
Januari 1949, PBB kembali mengeluarkan resolusi yang menyebutkan bahwa "the
question of accession of the state of Jammu and Kashmir to India or Pakistan
will be decided through the democratic method of a free and impartial
plebiscite (pertanyaan aksesi
negara bagian Jammu dan Kashmir ke India atau Pakistan akan diputuskan melalui
metode demokratis plebisit bebas dan tidak memihak).[24]
Resolusi tersebut juga menyatakan
untuk penarikan pasukan Pakistan dari Kashmir, mengukuhkan hak tentara India
dalam mempertahankan Kashmir, dan segera melaksanakan referendum di Kashmir
secara independen.
Setelah
India dan Pakistan mengumumkan genjatan senjata dibawah naungan PBB, maka
selama tahun 1949 PBB melalui UNCIP melakukan berbagai pertemuan dan
kesepakatan mengenai perumusan proses genjatan senjata yang dilakukan.
Proses-proses tersebut antara lain mengenai garis genjatan senjata, penarikan pasukan
secara bertahap, serta pengawasan proses genjatan senjata. Kasus perebutan
wilayah Kashmir yang berlaru-larut memutuskan PBB untuk mencoba pendekatan
baru, yaitu dengan mengirimkan perwakilan PBB ke India dan Pakistan untuk
mencari solusi yang dapat disepakati oleh kedua negara. Perwakilan PBB yang
pertama, yaitu DK PBB Presiden Jenderal AG L McNaughton yang membawa sebuah
proposal yang menyarankan agar kedua negara melakukan demiliterisasi Kashmir
untuk memastikan bahwa proses referendum tidak akan memihak salah satu negara.
Namun, proposal tersebut ditolak oleh India.
Kemudian,
tahun 1950 PBB mengutus Sir Owen Dixon bertemu dengan pejabat India dan
Pakistan untuk kembali mencari solusi. Sir Owen Dixon juga membawa proposal
yang menyarankan agar pelaksanaan referendum hanya dilakukan di daerah yang
bermasalah (Valley of Kashmir), dan wilayah lainnya menentukan keputusan
sendiri untuk bergabung dengan India atau Pakistan. Proposal yang
dikenal dengan Dixon Plan” juga mendapat penolakan dari India dan
Pakistan.[25]
Agar India dan
Pakistan menyetujui proposal yang diajukan PBB, maka dikirim kembali perwakilan
PBB, yaitu Frank Graham untuk menyelesaikan konflik dalam waktu tiga bulan.
Setelah melewati jangka waktu yang ditentukan, belum juga ditemukan solusi yang
tepat untuk menyelesaikan permasalahan Kashmir. Namun pada 30 Maret 1951, PBB
membentuk pasukan keamanan militer untuk mencegah terjadinya perang di daerah
perbatasan Kashmir, India dan Pakistan.[26]
Kegagalan-kegagalan
yang dialami, tidak membuat PBB menyerah untuk menyelesaikan persengketaan
Kashmir. Berbagai cara dilakukan kembali untuk menemukan solusi yang
benar-benar dapat disepakati oleh India dan Pakistan. Oleh karena itu, pada
tahun 1957 PBB kembali mengirim perwakilannya, yaitu Gunnar Jarring,
namun mengalami kegagalan pula.
Setelah
usaha-usaha memaksa India untuk menaati resolusi PBB tidak pernah terwujud, maka pada tahun
1957, Pakistan mencoba kembali mengangkat isu Kasmir ke PBB, yang kemudian
hasilnya adalah PBB menolak ratifikasi Instrument of Accession, namun
hasil tersebut ditolak India. Resolusi tersebut juga mengulangi resolusi sebelumnya yang menyatakan bahwa masa depan
Kashmir harus diputuskan sesuai kehendak rakyat melalui cara-cara yang
demokratis dengan melaksanakan referendum yang bebas dan tidak memihak di bawah
pengawasan PBB.
Pada tahun
1962, Dewan Keamanan PBB berusaha melakukan hak veto namun hal tersebut gagal.[27]
Upaya PBB dalam menyelesaikan masalah ini terlihat melemah ketika
dikeluarkannya resolusi tahun 1964 yang menyatakan bahwa permasalahan Kashmir
antara India dan Pakistan sebaiknya diselesaikan dahulu secara bilateral.
Berbagai resolusi yang dikeluarkan tidak juga menyelesaikan permasalahan
Kashmir. Bahkan India dan Pakistan kembali terlibat perang terbuka pada tahun
1965 dan tahun 1971, yang mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa, korban
terluka dan tertangkap.
Dalam konsep
liberalisme, dikatakan pula bahwa untuk mencapai perdamaian dapat menggunakan
cara demokrasi. Seperti yang terjadi pada Kashmir, PBB menegaskan pelaksanaan
referendum sebagai cara yang demokratis untuk menentukan status Kashmir.
Kepentingan PBB dalam konflik perebutan wilayah Kashmir yaitu hanya untuk
menyelesaikan konflik tersebut dengan damai tanpa adanya kepentingan
pihak-pihak lain yang mempengaruhi PBB. Namun pada kenyataannya, hingga akhir
tahun 1977 pelaksanaan referendum juga belum dilakukan. Kenyataan ini dapat
mematahkan teori liberalisme yang menekankan peran institusi dengan jalan
perdamaian merupakan cara yang tidak terlalu efektif dalam menyelesaikan permasalahan
Kashmir antara India dan Pakistan.
Pemerintah
India dan Pakistan memiliki kepentingan tersendiri untuk menguasai Kashmir,
terutama karena adanya aliran sungai dan wilayah yang strategis untuk dibangun
keamanan militer di Kashmir. Dengan resolusi PBB tahun 1964 yang menyerahkan
kembali permasalahan Kashmir untuk diselesaikan secara bilateral India dan
Pakistan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Wilayah
Kashmir memiliki keuntungan yang sangat menggiurkan dari segi ekonomi. Kashmir
merupakan obyek wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya dan juga
merupakan pusat industri wol, karpet, serta dengan tanahnya yang subur dengan
enam aliran sungai yang berguna sebagai perairan irigasi yaitu Chenab, Jhelum,
Indus, Sutlej, Beas dan Ravi.
2.
Bulan Oktober
1947, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh milisi-milisi Muslim di Kashmir
Barat dan suku-suku dari Pakistan. Pemberontakan tersebut lalu direspon dengan
pengiriman pasukan India ke sejumlah wilayah Kashmir atas permintaan dari
pemimpin lokal Kashmir. Pakistan yang melihat bahwa pengiriman pasukan India
merupakan bentuk intervensi militer akhirnya ikut serta mengirimkan pasukannya
ke Kashmir dan meletuslah Perang Kashmir Pertama. Perang akhirnya berakhir pada
akhir tahun 1949 dengan difasilitasi PBB, namun waktu menunjukkan bahwa perang
tersebut hanyalah permulaan dari rentetan konflik antara India dan Pakistan
atas tanah Kashmir.
3.
posisi
Pakistan cenderung melemah, mengingat elit politik khasmir lebih cenderung
untuk masuk sebagai bagian dari Negara India. Karena adanya kedekatan pemimpin
khasmir terhadap Perdana menteri India Jawaharul Nehru membuat seolah khasmir
akan bergabung dengan India, namun secara perjalanan sejarah dan kedekatan
emosial dan ideologis pemimpin khasmir lebih suka ingin bergabung dengan India
mengingat Sheikh Abdullah (pemimpin partai di Khasmir) punya ideology yang sama
dengan Jawaharul Nehru tentang pemisahan agama dan negara atau lebih dikenal
dengan faham sekuler.
4.
Kriket
adalah satu dari sedikit hal yang bisa menyatukan India dan Pakistan, diplomasi
kriket ini kemudian diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan
perdamaian di kawasan Kashmir. Ada satu hal yang menarik dari adanya diplomasi
ini, bahwa masalah politik tidak hanya bisa diselesaikan dengan jalan politik,
ada aspek-aspek budaya tertentu yang bisa dijadikan alat untuk mempersatukan
ide-ide yang berbeda.
5.
Maka sejak 1 Januari 1948, masalah
Kashmir menjadi permasalahan dunia internasional dibawah naungan PBB. Pada 1
Januari 1948, India melaporkan kepada DK PBB bahwa Pakistan ikut membantu
pemberontakan di Poonch. Berdasarkan laporan tersebut, dalam piagam PBB Pasal
35 disebutkan bahwa Pakistan masih dapat mengendalikan 2/5 bagian negara.
Selain itu, PBB juga meminta agar India dan Pakistan segera melakukan genjatan
senjata.
B. Saran
Jika mengacu
pada sistem partisi dimana wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam
akan bergabung dengan Pakistan, sedangkan wilayah yang mayoritas masyarakatnya
beragama Hindu akan bergabung dengan India. Maka Kashmir yang merupakan
masyarakatnya beragama Islam, akan menjadi bagian integral dari Pakistan.
Tetapi perlu diingat pula, akan adanya Instrument of Accession yang
ditandatangani oleh Maharaja Singh, dimana Kashmir akan masuk ke dalam bagian
integral India sebagai syarat permohonan bantuan militer dari India.
Pada akhirnya
keterlibatan PBB sepertinya terasa sia-sia dan tidak dihargai karena referendum
yang telah diputuskan oleh PBB, tidak pernah dilaksanakan oleh India dan
Pakistan. Padahal keterlibatan PBB merupakan atas permintaan India
dan Pakistan sendiri. Perjanjian Simla yang disepakati India dan Pakistan,
secara tidak langsung membuat melemahnya posisi resolusi PBB dimata pemerintah serta
rakyat India dan Pakistan.
Oleh karena
itu, PBB harus berani bersikap tegas kepada India dan Pakistan untuk mematuhi
solusi-solusi yang diberikan PBB. Diharapkan pula aktor-aktor non-negara
lainnya seperti SAARC dan UNHCR, dapat mendesak India dan Pakistan untuk
membuka diri dan menerima bantuan serta solusi yang diberikan oleh PBB.
DAFTAR PUSTAKA
Alice Thorner, “The Kashmir
Conflict” The Middle East Journal Vol. 3 No.1, 1949.
A
Chronical of Important Events anda Dates in J&K’s Political History dalam http://www.jammu-kashmir.com/basicfacts/politics/political_history.html diakses03 Juni 2010 pukul 00.44
WIB.
Ahmad
Suhelmi, Pemikiran Politik Barat,(Jakarta : Gramedia, 2007)
Historical Chronology of Jammu and Kashmir State dalam http://www.kashmir-information.com/chronology.html
diakses 03 Juni 2010 pukul 00.15 WIB.
http://www.re-tawon.com/2010/10/perang-india-pakistan-1965-ketika-asia.html
http://www.voanews.com/indonesian/news/PM-India-dan-PM-Pakistan-akan-Bertemu-Ditengah-tengah-Pertandingan-Cricket–118900459.html diakses pada 12 Januari 2012
pukul14:19 WIB
Jubaidi Pribadi, Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB).
Yayasan Pustaka Grafiksi. Jawa Barat. 1999.
Miriam
Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik ed.rev. (Jakarta : Gramedia,2007)
Rindu Ayu, Modul Politik Luar Negeri Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,, Universitas
Al-Azhar Indonesia,
Stuart
Croft. “South Asia’s Arms Control Process : Cricket Diplomacy and the
Composite Dialogue” International Affairs Journal. Vol.81 No.5, Oktober
2005 hlm. 1040
Victoria
Schofield, Kashmir In Conflict : India, Pakistan and The Unending War,
(London :Tauris,2003) hlm. xii
Wirsing,
Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir Dispute : On Regional Conflict
and Its Resolution, Mac Millan, London, 1994.
[3]
Victoria Schofield, Kashmir In
Conflict : India, Pakistan and The Unending War, (London :Tauris,2003) hlm.
xii
[6] Rindu Ayu,
Modul Politik Luar Negeri Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,, Universitas Al-Azhar Indonesia, hlm. 16.
[7] Jubaidi Pribadi, Kashmir dan Timor Timur (Peran PBB),
Yayasan Pustaka Grafiksi, Jawa Barat, 1999, hlm. 68-69.
[9]
http://www.re-tawon.com/2010/10/perang-india-pakistan-1965-ketika-asia.html
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[13] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Stuart
Croft. “South Asia’s Arms Control Process : Cricket Diplomacy and the
Composite Dialogue” International Affairs Journal. Vol.81 No.5, Oktober
2005 hlm. 1040
[19]http://www.voanews.com/indonesian/news/PM-India-dan-PM-Pakistan-akan-Bertemu-Ditengah-tengah-Pertandingan-Cricket–118900459.html diakses pada 12 Januari 2012
pukul14:19 WIB
[21]
Historical Chronology of Jammu and Kashmir State dalam
http://www.kashmir-information.com/chronology.html diakses 03 Juni 2010 pukul
00.15 WIB.
[24]
Wirsing, Robert G, India, Pakistan, and the Kashmir
Dispute : On Regional Conflict and Its Resolution, Mac Millan, London,
1994, hlm. 124.
[25]A Chronical of Important Events anda Dates in J&K’s
Political History dalam
http://www.jammu-kashmir.com/basicfacts/politics/political_history.html diakses
03 Juni 2010 pukul 00.44 WIB.
[26]Historical Chronology of Jammu and Kashmir State, Loc.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar