Rabu, 18 Juli 2018

SEJARAAH AGAMA ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
 Pada kenyataannya, sekarang agama islam banyak di salah gunakan, yakni banyak pihak-pihak yang mencabangkan agama islam. Mereka berlomba-lomba mendakwahkan agama islam menurut versi mereka sendiri.tetapi banyak juga dari pencabangan agama islam ini yang menyalahi dari jalur islam. Sehingga sering sekali terjadi salah paham antara kelompok satu dengan yang lainnya. Akibatnya sekarang sering terjadi adu mulut antara ormas-ormas yang mendukung ajaran islam yang mereka percayai benar. Sehingga pemecahan dari masalah ini adalah, masyarakat di juga harus di beri pengarahan yakni secara umum bagaimana islam yang sebenarnya, yang sudah tepat menurut AL QURAN dan HADIST.
Kesalahpahaman terhadap islam tidak hanya terdapat di kalangan orang-orang non-muslim, tetapi juga di kalangan muslim sendiri yang belum memahami islam secara menyeluruh. Islam sering dipandang sempit sebagai agama yang berisi ibadah ritual saja.padahal ritual dalam islam hanya sebagian ajaran saja. Islam berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia dan memberikan nilai-nlai esensial bagi seluruh aspek kehidupan itu.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di dunia, sedangkan akhirat adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam menunjukan jalan dan arah yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
                    


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Urgensi Perbedaan Faham
Perbedaan pendapat di kalangan ulama’, khususnya masalah fiqih adalah hal yang biasa. Hal ini karena fiqih merupakan hasil ijtihat maksimal para ulama’ dalam mencari status hukum yang paling benar. Hasil ijtihatpun dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu serta berbeda
Sebagian umat Islam ada yang berpandangan bahwa perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Hal ini wajar karena akal manusia dalam menyimpulkan semua persoalan itu ada batasnya. Sehingga manakala terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan masalah yang secara tekstual belum diatur oleh agama adalah masalah yang biasa dan tidak perlu besar-besarkan sampai terjadi konflik antar sesama golongan umat Islam.
Lain halnya dengan umat Islam yang sangat fanatik terhadap madzhab tertentu dengan memposisikan madzhab yang diikutinya sebagai madzhab yang paling benar dan yang lainnya salah, maka mereka menganggap perbedaan faham itu merupakan masalah akidah dan itutidakboleh terjadi.
Banyaknya kitab yang dikarang oleh madzhab yang tidak memunculkan dalil-dalil penunjang dari al-Qur’an dan al-Hadits memberikan peluang untuk semakin suburnya perbedaan pendapat dikalangan umat Islam. Padahal, tujuan tidak dicantumkannya dalil-dalil dengan harapan agar pembahasan pada kitab dapat lebih ringkas.
Perbedaan pendapat dikalangan umat Islam mayoritas terjadi pada kajian fiqih, mengingat fiqih merupakan produk ijtihad para ulama’ dalam menentukan sebuah hukum yang secara tekstual tidak termuat pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada realitas hidup beragama umat Islam terbagi menjadi dua golongan dalam menanggapi persoalan madzhab. Golongan yang menolak dan golongan yang menerima. Golongan yang menolak madzhab beralasan bahwa umat Islam tidak perlu bermadzhab, karena sudah cukup mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam sajaSedangkan golongan yang bernadzhab beranggapan; bermadzhab itu sangat perlu karena, madzhab merupakan penerjemah dari dalil-dalil al-Qur’an maupun al-Hadits.
Dengan demikian, terdapatlah perbedaan perilaku dalam hidup beragama, bahkan tidak sedikit yang akhirnya menyebabkan timbulnya konflik faham dikalangan umat Islam, antara yang pro madzhab dan yang kotra madzhab. Wallahu A’lam.
B.     Sejarah Timbulnya Perbedaan Faham
Sejarah munculnya perbedaan faham adalah seiring dengan usia dari ijtihad itu sendiri. Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam masih hidup, praktik ijtihad sulit ditemukan mengingat kondisi umat saat itu, jika mendapatkan suatu problem langsung datang kepada  Praktik-praktik ijtihad mulai terlihat setelah wafatnya Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam dan berpencarnya para shahabat dalam rangka menyebarkan agama Islam keberbagai penjuru daerah.
Menurut penulis diantara faktor sebab adanya ijtihad adalah, karena kehati-hatian dalam memahami dalil. Dan yang kedua adalah karena al-Qur’an  diturunkan dalam bahasa Arab,  yang mana dalam bahasa Arab itu pada setiap lafal memiliki banyak makna.
Perbedaan pendapatat yang terjadi pada umat Islam, menurut penulis diakibatkan oleh tiga hal:
  1. Teks dari dari dalil yang berbahasa Arab. Dimana bahasa Arab itu dalam setiap lafal memiliki maksa lebih dari satu , sehingga akhirnya memunculkan makna dan pemahaman yang berbeda dari setial ulama’ yang berusaha menafsirkannya.
  2. Keterbatasan akal manusia dalam menafsirkan sebuah teks dalil. Sementara itu para pengikut Mujtahid (ulama’ yang menafsirkan teks dalil) berusaha mengikuti dengang menganggap bahwa apa yang dilakukan Mujtahid yang diikuti itu paling benar dan dipertahankan tanpa pernah menghargai pendapat Mujtahid lainnya.
  3. Faktor firqah (golongan/ organisasi) . Para pengikut organisasi biasanya memiliki ciri khas tersendiri dalam melaksanakan praktik ibadahnya setiap hari. Mereka enggan melaksanakan praktik-praktik ibadah yang dilaksanakan oleh golongan lain meskipun itu benar.
      Dari tiga sebab perbedaan pendapat di atas, maka muncullah praktik-praktik ibadah yang berwarna-warni yang dilakukan oleh umat Islam.
            Allah Subahanahu wa Ta’ala menjadikan akal dan kemampuan manusia berbeda-beda. Dari akal dan kemampuan yang berbeda inilah, maka ketika akal manusia menafsirkan dalil-dalil yang berbahasa Arab juga akan memunculka penafsiran yang berbeda-beda.
Baik al-Qur’an maun al-Hadits dalam hal makna teksnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Dalil yang mengandung makna lebih dari satu, maka akan menghasilkan teks penafsiran dalil yang berbeda ketika ditafsirkan oleh banyak ulama’
  2. Sedangkan dalil yang mengandung satu makna (qath’i), meskipun ditafsirkan oleh banyak ulama’, maka akan tetap menghasilkan satu penafsiran. Dan jika ada ulama’ memberikan penafsiran yang berbeda, maka tidak perlu diikutinya.
      Nampaknya pemahaman oleh sebagaian umat Islam terhadap kondisi dalil di atas masih minim sekali, sehingga memberikan peluang kepada kelompok-kelompok tertentu untuk membentuk firqah-firqah / golongan-gongan baru, sehingga semakin tahun jumlah firqah, golongan atau organisasi Islam semakin bertambah.
Berfirqah atau berorganisasi dalam Islam bukan hal yang dilarang, asal masih tetap dalam tujuan amar makruf nahi munlar sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an :
            Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
            Meskipun ayat di atas memberikan peluang kepada umat Islam untuk membentuk suatu golongan ( waltakum minkum ummah), namun harus tetap dalam rambu-rambu, yaitu berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
C.    Salah Memahami Ruang Lingkup Agama Islam
Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah memahami ruang lingkup agama islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama dipakai untuk system ajaran yang berbeda, yang menimbulkan salah paham terhadap Islam. Orang-orang terpengaruh dengan makna kata religion yang berarti mengatur hubungan manusia dengan tuhan saja, sedangkan Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
D.    Salah Menggambarkan Susunan Bagian-bagian Agama dan Ajaran Islam
Kesalahpahaman ini timbul karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran agama tidak menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian. Misalnya Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan terikat semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu kedalam kerangka agama dan ajaran agama Islam terpadu secara keseluruhan. Menggambarkan Islam dengan sebagian inilah yang menyebabkan Islam menjadi the most misunderstood religion in the word yang artinya “agama yang paling di salahpahami di dunia”.
E.     Salah Mempergunakan Metode Mempelajari Islam
Metode atau jaln yang ditempuh oleh para orientalis adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai objek studi dan analisis. Artinya, menggunakan metode dan menganalisis tidak sesuai dengan ajaran islam.
            Untuk menghindari salah paham terhadap islam dan supaya dapat memahami tentang Islam secara baik, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
  1. Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi Muhammad. Dengan mempelajari Islam dengan kedua sumber ini, maka akan memperkecil salah paham terhadap Islam itu sendiri.
  2. Islam tidak dipelajari secara  partial tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
  3. Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami islam secara baik dan benar.Dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat dan di lihat relasi serta relevansinya dengan persoalan politik, ekonomi, social, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat islam.
  4. Memahami islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang.
  5. Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
  6. Pelajarilah islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran agama
  Sumber-Sumber Ajaran Islam
            Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf(orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.
Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadist) berupa al-wujub, al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
 1. Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi menjadi lima macam, yaitu
  1. Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman
  2. An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak hukuman (dosa)
  3. Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
  4. Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
  5. Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa).
 2. Hukum Wadh’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu terdiri dari tiga macam, yaitu:
  1. Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya matahari menjadi sebab wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum tergelincir maka shalat zhuhur belum wajib dilakukan
  2. Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar hukum syara’, tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya, jika syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap satu tahun (haul) adalah syarat wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul maka tidak wajib zakat perniagaan
  3. Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab hukum. Seperti: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang melaksanakan shalat menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi sahnya shalat.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran islam sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik masing-masing sumber ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
 Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.      Al Qur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
1.      Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
2.      Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
3.      Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
4.      Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
2.      Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
 Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
Ø  Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
Ø  Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
Ø  Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
Ø  Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
 Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
1.      Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu:
Ø  Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ø  Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
Ø  Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikanrukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
Ø  Mush Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
Ø  Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
Ø  Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
Ø  Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Umat Islam pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidak  pernah mengalami konflik yang disebabkan perbedaan faham yang membawa kepada perpecahan ummat, karena semua permasalahan yang ada dapat diselesaikan oleh Rasulullah sendiri, sehingga terlihat adanya hidup rukun antara kelompok shahabat Nabi seperti kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
            Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di dunia, sedangkan akhirat adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam menunjukan jalan dan arah yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
Untuk menghindari salah paham terhadap islam dan supaya dapat memahami tentang Islam secara baik, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
  1. Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi Muhammad.
  2. Islam tidak dipelajari secara  partial tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
  3. Islam tidak dipelajari secara  partial tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
  4. Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat
  5. Tidak menyamakan islam dengan uamt islam, terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
  6. Pelajarilah islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Buku teks pendidikan agama islam perguruan tinggi umum, Direktorat PTAI, Direktorat jendral kelembagaan Agama islam
Abubakar, Al Yasa’. 2008. Syari’at Islam (Paradikma Kebijakan Dan Kegiatan). Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Provensi NAD.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR

SENGKETA INTERNASIONAL ANTARA INDIA DENGAN PAKISTAN MENGENAI STATUS WILAYAH KASHMIR DI S U S U N OLEH: DIDI IRAWAN ...