BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada kenyataannya, sekarang agama
islam banyak di salah gunakan, yakni banyak pihak-pihak yang mencabangkan agama
islam. Mereka berlomba-lomba mendakwahkan agama islam menurut versi mereka
sendiri.tetapi banyak juga dari pencabangan agama islam ini yang menyalahi dari
jalur islam. Sehingga sering sekali terjadi salah paham antara kelompok satu
dengan yang lainnya. Akibatnya sekarang sering terjadi adu mulut antara
ormas-ormas yang mendukung ajaran islam yang mereka percayai benar. Sehingga
pemecahan dari masalah ini adalah, masyarakat di juga harus di beri pengarahan
yakni secara umum bagaimana islam yang sebenarnya, yang sudah tepat menurut AL
QURAN dan HADIST.
Kesalahpahaman terhadap islam tidak hanya terdapat di
kalangan orang-orang non-muslim, tetapi juga di kalangan muslim sendiri yang
belum memahami islam secara menyeluruh. Islam sering dipandang sempit sebagai
agama yang berisi ibadah ritual saja.padahal ritual dalam islam hanya sebagian
ajaran saja. Islam berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia dan
memberikan nilai-nlai esensial bagi seluruh aspek kehidupan itu.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran
yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai
salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan
Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan
lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan
pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di
dunia, sedangkan akhirat adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam
menunjukan jalan dan arah yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki
di dunia dan akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Urgensi
Perbedaan Faham
Perbedaan pendapat di kalangan ulama’, khususnya
masalah fiqih adalah hal yang biasa. Hal ini karena fiqih merupakan hasil
ijtihat maksimal para ulama’ dalam mencari status hukum yang paling benar.
Hasil ijtihatpun dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu serta berbeda
Sebagian umat Islam ada yang berpandangan bahwa
perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Hal ini wajar karena akal
manusia dalam menyimpulkan semua persoalan itu ada batasnya. Sehingga manakala
terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan masalah yang secara tekstual belum
diatur oleh agama adalah masalah yang biasa dan tidak perlu besar-besarkan
sampai terjadi konflik antar sesama golongan umat Islam.
Lain halnya dengan umat Islam yang sangat fanatik terhadap
madzhab tertentu dengan memposisikan madzhab yang diikutinya sebagai madzhab
yang paling benar dan yang lainnya salah, maka mereka menganggap perbedaan
faham itu merupakan masalah akidah dan itutidakboleh terjadi.
Banyaknya kitab yang dikarang oleh madzhab yang tidak
memunculkan dalil-dalil penunjang dari al-Qur’an dan al-Hadits memberikan
peluang untuk semakin suburnya perbedaan pendapat dikalangan umat Islam.
Padahal, tujuan tidak dicantumkannya dalil-dalil dengan harapan agar pembahasan
pada kitab dapat lebih ringkas.
Perbedaan pendapat dikalangan umat Islam mayoritas
terjadi pada kajian fiqih, mengingat fiqih merupakan produk ijtihad para ulama’
dalam menentukan sebuah hukum yang secara tekstual tidak termuat pada al-Qur’an
dan al-Hadits.
Pada realitas hidup beragama umat Islam terbagi
menjadi dua golongan dalam menanggapi persoalan madzhab. Golongan yang menolak
dan golongan yang menerima. Golongan yang menolak madzhab beralasan bahwa umat
Islam tidak perlu bermadzhab, karena sudah cukup mengikuti apa yang dilakukan
oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa Sallam saja. Sedangkan
golongan yang bernadzhab beranggapan; bermadzhab itu sangat perlu karena,
madzhab merupakan penerjemah dari dalil-dalil al-Qur’an maupun al-Hadits.
Dengan demikian, terdapatlah perbedaan perilaku dalam
hidup beragama, bahkan tidak sedikit yang akhirnya menyebabkan timbulnya
konflik faham dikalangan umat Islam, antara yang pro madzhab dan yang kotra
madzhab. Wallahu A’lam.
B. Sejarah
Timbulnya Perbedaan Faham
Sejarah munculnya perbedaan faham adalah seiring
dengan usia dari ijtihad itu sendiri. Pada masa Rasulullah Shallallahu
‘Alahi wa Sallam masih hidup, praktik ijtihad sulit ditemukan
mengingat kondisi umat saat itu, jika mendapatkan suatu problem langsung datang
kepada Praktik-praktik ijtihad mulai
terlihat setelah wafatnya Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alahi wa
Sallam dan berpencarnya para shahabat dalam rangka menyebarkan agama
Islam keberbagai penjuru daerah.
Menurut penulis diantara faktor sebab adanya ijtihad
adalah, karena kehati-hatian dalam memahami dalil. Dan yang kedua adalah karena
al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, yang mana dalam bahasa Arab
itu pada setiap lafal memiliki banyak makna.
Perbedaan
pendapatat yang terjadi pada umat Islam, menurut penulis diakibatkan oleh tiga
hal:
- Teks dari dari dalil yang berbahasa Arab. Dimana
bahasa Arab itu dalam setiap lafal memiliki maksa lebih dari satu ,
sehingga akhirnya memunculkan makna dan pemahaman yang berbeda dari setial
ulama’ yang berusaha menafsirkannya.
- Keterbatasan akal manusia dalam menafsirkan
sebuah teks dalil. Sementara itu para pengikut Mujtahid (ulama’
yang menafsirkan teks dalil) berusaha mengikuti dengang menganggap bahwa
apa yang dilakukan Mujtahid yang diikuti itu paling benar dan dipertahankan
tanpa pernah menghargai pendapat Mujtahid lainnya.
- Faktor firqah (golongan/
organisasi) . Para pengikut organisasi biasanya memiliki ciri khas
tersendiri dalam melaksanakan praktik ibadahnya setiap hari. Mereka enggan
melaksanakan praktik-praktik ibadah yang dilaksanakan oleh golongan lain
meskipun itu benar.
Dari
tiga sebab perbedaan pendapat di atas, maka muncullah praktik-praktik ibadah
yang berwarna-warni yang dilakukan oleh umat Islam.
Allah Subahanahu wa
Ta’ala menjadikan akal dan kemampuan manusia berbeda-beda. Dari akal
dan kemampuan yang berbeda inilah, maka ketika akal manusia menafsirkan
dalil-dalil yang berbahasa Arab juga akan memunculka penafsiran yang
berbeda-beda.
Baik
al-Qur’an maun al-Hadits dalam hal makna teksnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
- Dalil yang mengandung makna lebih dari satu, maka
akan menghasilkan teks penafsiran dalil yang berbeda ketika ditafsirkan
oleh banyak ulama’
- Sedangkan dalil yang mengandung satu makna (qath’i),
meskipun ditafsirkan oleh banyak ulama’, maka akan tetap menghasilkan satu
penafsiran. Dan jika ada ulama’ memberikan penafsiran yang berbeda, maka
tidak perlu diikutinya.
Nampaknya
pemahaman oleh sebagaian umat Islam terhadap kondisi dalil di atas masih minim
sekali, sehingga memberikan peluang kepada kelompok-kelompok tertentu untuk
membentuk firqah-firqah / golongan-gongan baru, sehingga
semakin tahun jumlah firqah, golongan atau organisasi Islam
semakin bertambah.
Berfirqah atau berorganisasi dalam Islam
bukan hal yang dilarang, asal masih tetap dalam tujuan amar makruf nahi
munlar sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
al-Qur’an :
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Meskipun ayat di atas memberikan
peluang kepada umat Islam untuk membentuk suatu golongan ( waltakum
minkum ummah), namun harus tetap dalam rambu-rambu, yaitu berpegang teguh
kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
C. Salah Memahami
Ruang Lingkup Agama Islam
Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah
memahami ruang lingkup agama islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama
dipakai untuk system ajaran yang berbeda, yang menimbulkan salah paham terhadap
Islam. Orang-orang terpengaruh dengan makna kata religion yang berarti mengatur
hubungan manusia dengan tuhan saja, sedangkan Islam mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
D. Salah
Menggambarkan Susunan Bagian-bagian Agama dan Ajaran Islam
Kesalahpahaman ini timbul karena penggambaran
bagian-bagian agama dan ajaran agama tidak menyeluruh, tetapi
sebagian-sebagian. Misalnya Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan terikat
semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu
kedalam kerangka agama dan ajaran agama Islam terpadu secara keseluruhan.
Menggambarkan Islam dengan sebagian inilah yang menyebabkan Islam menjadi the
most misunderstood religion in the word yang artinya “agama yang paling di
salahpahami di dunia”.
E. Salah
Mempergunakan Metode Mempelajari Islam
Metode atau jaln yang ditempuh oleh para orientalis
adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata
sebagai objek studi dan analisis. Artinya, menggunakan metode dan menganalisis
tidak sesuai dengan ajaran islam.
Untuk
menghindari salah paham terhadap islam dan supaya dapat memahami tentang Islam
secara baik, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni
Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi
Muhammad. Dengan mempelajari Islam dengan kedua sumber ini, maka akan
memperkecil salah paham terhadap Islam itu sendiri.
- Islam tidak dipelajari secara partial
tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi
secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
- Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang
ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami islam secara baik dan
benar.Dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia
dalam masyarakat dan di lihat relasi serta relevansinya dengan persoalan
politik, ekonomi, social, budaya sepanjang sejarah manusia terutama
sejarah umat islam.
- Memahami islam dengan bantuan ilmu pengetahuan
yang berkembang sampai sekarang.
- Tidak menyamakan islam dengan uamt islam,
terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
- Pelajarilah islam dengan metode yang selaras
dengan agama dan ajaran agama
Sumber-Sumber
Ajaran Islam
Agama Islam
memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan
sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq
Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum
islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas
mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui
definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya
menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum
adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf(orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik
berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang,
sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.
Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat
yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadist) berupa al-wujub,
al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah. Perbuatan
yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan
mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum
taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
1. Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah
untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi
menjadi lima macam, yaitu
- Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari
syariat untuk dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang
yang meninggalkannya dikenai hukuman
- An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan
suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu
dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan
tidak hukuman (dosa)
- Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung
pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
- Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan
suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang
tidak pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
- Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan
suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk
meninggalkan perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya
mendapatkan hukuman (berdosa).
2. Hukum Wadh’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian,
bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya
sesuatu (hukum).
Ulama usul
fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu terdiri dari tiga macam, yaitu:
- Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur
yang dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa
keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya
matahari menjadi sebab wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum
tergelincir maka shalat zhuhur belum wajib dilakukan
- Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar
hukum syara’, tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung
padanya, jika syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap
satu tahun (haul) adalah syarat wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul
maka tidak wajib zakat perniagaan
- Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang
keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab
hukum. Seperti: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang
melaksanakan shalat menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi
sahnya shalat.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat
subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan
yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk
menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut,
sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta
sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh
Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as-
sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan
urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist)
dan sumber ajaran islam sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik
masing-masing sumber ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
Sumber-Sumber
Ajaran Islam Primer
1. Al Qur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a,
yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti
mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan
secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut
para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah
dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta
membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
1. Tauhid,
yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan
dengan-Nya
2. Ibadah,
yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
3. Janji dan
ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan
isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
4. Kisah umat
terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun
kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran
agar dapat dijadikan pembelajaran.
2.
Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang
berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan.
Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau
sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
Ø Sunnah
qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
Ø Sunnah
fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
Ø Sunnah
taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan
ataupun perbuatan orang lain
Ø Sunnah
hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak
sampai dikerjakan
Sumber-Sumber
Ajaran Islam Sekunder
1. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang
berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin.
Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist.
Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist.
Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat
di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam
ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu:
Ø Ijma’, yaitu
menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ø Qiyas, yaitu berarti
mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas
dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara
dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’,
‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
Ø Istihsan,
yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk
mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara
yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita
dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan
tetapi menurut Istihsan, syarak memberikanrukhsah (kemudahan atau
keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian.
Ø Mush
Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum.
Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi
kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat
dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi,
hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
Ø Sududz
Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan,
sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh
atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum
minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan.
Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum
banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
Ø Istishab,
yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di
masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya,
seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti
ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia
harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
Ø Urf, yaitu
berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan
uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab
kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Umat Islam
pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidak
pernah mengalami konflik yang disebabkan perbedaan faham yang membawa kepada
perpecahan ummat, karena semua permasalahan yang ada dapat diselesaikan oleh
Rasulullah sendiri, sehingga terlihat adanya hidup rukun antara kelompok
shahabat Nabi seperti kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Kesalahpahaman tersebut diebabkan karena pemikiran
yang bersifat khotomis, memisahkan antara agama dan kehidupan Agama sebagai
salah satu aspek kehidupan saja, yaitu kebutuhan manusia terhadap penyembahan
Yang Maha Kuasa.sedangkan pada aspek”kehidupan lainnya aspek-aspek kehidupan
lainnya agama tidak bias diperankan. Pemahaman yang parsial ini melahirkan
pandangan yang sempit terhadap islam dan menumbuhkan sekularisasi.
Islam diturunkan untuk menata kehidupan manusia di dunia, sedangkan akhirat
adalah buah atau akibat dari kehidupan dunia. Islam menunjukan jalan dan arah
yang ditempuh untuk mencpai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.
Untuk
menghindari salah paham terhadap islam dan supaya dapat memahami tentang Islam
secara baik, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni
Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan Hadist yang memuat sunnah Nabi
Muhammad.
- Islam tidak dipelajari secara partial
tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi
secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
- Islam tidak dipelajari secara partial
tetapi integral, artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi
secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.
- Tidak menyamakan islam dengan uamt islam,
terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat
- Tidak menyamakan islam dengan uamt islam,
terutama dengan keadaan umat islam pada suatu masa di suatu tempat.
- Pelajarilah islam dengan metode yang selaras
dengan agama dan ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Buku teks pendidikan agama islam perguruan tinggi
umum, Direktorat PTAI, Direktorat jendral kelembagaan Agama islam
Abubakar, Al Yasa’.
2008. Syari’at Islam (Paradikma Kebijakan Dan
Kegiatan). Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Provensi NAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar